Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cara Gandakan Uang Tanpa ke Dukun

10 April 2023   10:00 Diperbarui: 10 April 2023   16:55 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uang (Pexels/ahsanjaya via KOMPAS.com) 

Kasus "dukun pengganda uang" di Banjarnegara yang viral beberapa waktu lalu membikin saya tertegun. 

Sebab, kasus tersebut sebetulnya merupakan "kisah klasik". Disebut demikian karena pada masa lalu kasus serupa sudah pernah terjadi. 

Namun, biarpun begitu, entah mengapa, cerita tersebut masih saja terulang. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Tentu saja saya tidak akan menyampaikan ulang kronologi terjadinya kasus tersebut, atau cerita sebelumnya. 

Saya kira, ceritanya bakal terlalu panjang, tidak akan cukup disampaikan di tulisan sederhana ini. Anda bisa membaca kisah lengkapnya di internet. 

Namun, hal yang ingin saya gali ialah motivasi orang-orang yang masih memercayai praktik dukun tersebut.

Harus diakui, praktik dukun bukanlah hal yang asing di masyarakat. Praktik tadi sudah berlangsung sejak lama. 

Buktinya, telinga orang Indonesia cukup akrab dengan istilah-istilah tertentu yang terkait dengan praktik tersebut, seperti "orang pintar", "paranormal", hingga yang teranyar "dukun pengganda uang".

Motivasi orang pergi ke dukun bermacam-macam. Khusus untuk "dukun pengganda uang", motivasinya sudah jelas, yakni persoalan ekonomi.

Hal ini mungkin saja terjadi karena orang tersebut mengalami masalah ekonomi yang akut, dan tidak tahu lagi harus meminta pertolongan ke mana atau kepada siapa, sehingga ketika ia mendengar berita bahwa ada dukun yang sanggup menggandakan uang, maka ia langsung pergi mencari dukun tersebut. 

Harapannya, dukun tersebut bisa menyelesaikan masalah ekonominya, atau melipatgandakan aset miliknya dalam waktu singkat.

Janji-janji manis yang disampaikan dukun tersebut tentu saja menjadi "bumbu" yang membuat orang tadi terpikat. 

Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyantapnya bulat-bulat. Ia menyetorkan uangnya kepada dukun tersebut, dan menunggu janji tadi dipenuhi. 

Namun, biasanya yang terjadi adalah janji tinggal janji, dan uang tidak pernah kembali. Selebihnya adalah tragedi.

Tentu saja, tidak ada yang bisa dipersalahkan apabila hal itu terjadi, kecuali diri sendiri. 

Seharusnya, yang bersangkutan menggunakan akal sehat, ketimbang emosi sesaat.

Semestinya orang tersebut berpikir, "Kalau memang betul dukun tersebut sanggup menggandakan uang, lantas buat apa ia masih buka praktik? Mengapa namanya tidak muncul dalam daftar orang terkaya di Indonesia?"

Pemikiran seperti inilah yang mungkin tidak akan terlintas di benak orang yang sudah terlanjur terpedaya oleh janji "dukun pengganda uang". 

Agaknya nafsu yang kelewat kuat sudah muncul di pikiran orang tersebut, sehingga ia tidak mampu lagi berpikir dengan jernih, dan akhirnya terjerumus. Alhasil, kasus-kasus sebelumnya pun berulang dengan tokoh dan alur yang sedikit berbeda. 

Sungguh disayangkan bukan?

Menggandakan Uang

Kejadian ini kemudian mungkin memunculkan sebuah pertanyaan, "Apakah tidak ada cara lain untuk menggandakan uang?"

Jawabannya tentu saja ada, tapi yang jelas bukan dengan pergi ke dukun jenis lain. Sebab, jika kita cari informasi di internet dan sebagainya, sebetulnya ada sejumlah cara yang lebih tepat dan aman untuk memperbanyak uang kita.

Satu di antaranya ialah melalui pasar saham.

Karena sudah cukup lama bergelut di dalamnya, maka bagi saya, pasar saham adalah "dukun pengganda uang" yang hebat. 

Perkenalan saya dengan pasar saham dimulai sejak tahun 2018 silam. 

Sebelumnya saya memang sudah lama mendengar kabar seputar pasar saham, tapi baru pada tahun itu, saya punya keberanian untuk membuka akun di sebuah sekuritas, dan akhirnya bertransaksi saham. 

Apa saja saham yang pertama kali saya beli dan bagaimana "nasib"-nya bisa disimak di artikel berikut: Cerita Tentang 8 Lot Saham Pertama Saya

Apakah pada waktu itu, uang saya langsung berlipat ganda? Ternyata tidak! Yang ada malah portofolio saya minus alias rugi. 

Meski begitu, saya tidak sakit hati dan kapok. Sebab, modal saya masih relatif kecil, sehingga kerugian yang saya alami pun belum banyak-banyak amat.

Tahun 2019 cerita investasi saya mulai membaik. Uang saya di saham pelan-pelan bertambah dan bertumbuh. 

Nilai keuntungannya memang tidak begitu besar, tapi masih jauh lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Agaknya "dukun" pasar saham mulai menunjukkan kesaktiannya.

Tahun 2020? Portofolio sukses berantakan! Pandemi Covid membikin IHSG crash, dan saham-saham saya pun bertumbangan. 

Walau begitu, saya cukup "beruntung". Sebab, biarpun pada waktu itu, saya sempat cutloss cukup banyak, tapi saya berani melakukan rotasi saham. 

Saya ingat membeli saham BRIS yang pada waktu itu tersengat isu merger, dan saham tadi kemudian terbang. 

Akibatnya, portofolio saya berlipat 100% lebih, dan saya mulai meyakini kesaktian "dukun"-nya pasar saham! (Kisah selengkapnya terdapat di artikel berikut: Pengalaman Meraih Untung 100 dari Investasi Saham)

Tahun-tahun berikutnya, saya melihat bahwa portofolio saham saya masih terus bertumbuh. Pertumbuhannya kebanyakan berasal dari capital gain dan dividen. 

Meski begitu, bukan berarti saya terus-menerus memetik keuntungan. Jujur saya katakan saya pernah juga merugi karena melakukan cutloss. Jumlahnya mungkin sudah belasan kali. 

Namun, mengapa saya sampai sekarang masih "main" saham? Sebab, ternyata kerugian tadi lebih kecil daripada keuntungan yang saya peroleh. Alhasil, saya pun masih bisa bertahan di pasar saham hingga kini. 

Sampai sekarang saya belum berpikir untuk pindah ke dukun lain, karena "dukun"-nya pasar saham masih begitu digdaya dalam urusan menggandakan uang. 

Walau begitu, saya masih saja heran melihat orang-orang yang enggan memasukinya. Orang-orang malah melakukan sebaliknya, sehingga jangan heran, cerita dukun pengganda uang yang biasanya berakhir tragis masih saja berulang sampai sekarang.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun