Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Haruskah Berganti "Kereta" Saat Terjadi Krisis Investasi?

14 Maret 2019   10:09 Diperbarui: 14 Maret 2019   12:24 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karena situasi aman terkendali, saya ikut naik bersama penumpang lain. Saya mengamati situasi di dalam gerbong cukup kacau. Smartphone ada yang beramburan di lantai, entah punya siapa. Lubang menganga tampak di permukaan jendela yang dipecahkan. Kepanikan telah menyebabkan orang-orang bertindak ekstrem!

Tetap Tenang Menghadapi Krisis Investasi Saham

"Krisis" yang saya ceritakan tadi sejatinya tak hanya terjadi pada moda transportasi tertentu, tetapi juga pada investasi saham. Dalam dunia saham, krisis demikian sudah berulang kali berlangsung. Makanya, investor perlu belajar bersikap tenang agar mampu mengatasinya dengan baik. Sebab, kalau terbawa kepanikan, investor bisa melakukan kesalahan, yang akan berujung pada kerugian.

Kalau boleh diumpamakan, saham ibarat sebuah "kereta", dan investor seperti "penumpang" yang naik ke kereta tersebut. Setiap investor tentu punya harapan bisa mendulang "cuan" alias untung dari investasi yang dilakukannya. 

Makanya, mereka sengaja memilih "kereta" (saham) mana saja yang mampu mengantar mereka untuk meraih tujuan tersebut. Kalau sudah menemukan "kereta" yang tepat, barulah mereka beli tiket dan kemudian duduk nyaman sampai tempat tujuan.

Namun, sayangnya, perjalanan "kereta" (saham) tadi ternyata tidak selalu berlangsung mulus. Bisa saja, terjadi beberapa "krisis", seperti yang sempat saya alami sebelumnya. "Krisis" itu dapat menyebabkan perjalanan terganggu dan "penumpang" (investor) menjadi gelisah.

"Krisis" tersebut bisa saja berupa jatuhnya harga saham. Alih-alih naik, harga saham yang telah dibeli justru anjlok sekian persen. Hal ini memang sesuatu yang wajar. Apalagi kalau kita baru membeli sebuah saham, penurunan harga yang sifatnya "sementara" begitu bisa saja terjadi. 

Kalau terjadi demikian, investor perlu bersikap tenang. Sebab, "krisis" tadi hanya sementara. Ia akan berlalu.

Namun, akan lain "cerita"-nya kalau harga saham tadi sudah anjlok cukup dalam, misal lebih dari 20% dari harga beli. Kalau begitu, tentu investor harus mengambil suatu "keputusan darurat" untuk menyelamatkan dana investasinya. Sebab, kalau dibiarkan terus, kerugian yang ditanggung bisa semakin besar, dan belum tentu harga sahamnya akan kembali dalam waktu cepat.

Makanya, investor mesti mematok nilai cut loss manakala saham yang dimiliki terus turun harganya. Saya pribadi punya toleransi cut loss sebesar 10%. Jadi, kalau saham yang saya beli mengalami "krisis" hingga harganya anjlok di bawah 10%, tanpa segan, saya langsung jual saham tadi.

Saya tidak peduli apakah harganya akan berbalik naik setelah saya lepas. Yang penting bagi saya adalah keamanan dana saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun