"Mengapa aku? Kau bisa mendahulukan yang lain."
"Aku ingin kau memastikan keselamatan Anggi dan Kanaya di pondok," kataku. "Tidak baik kalau kita meninggalkan mereka tanpa pengawasan. Lagipula, di pondok mungkin saja kau bisa menemukan sukucadang untuk mobil ini."
Her pun menurut. Ia memasukkan semua kunci inggris ke kotak, dan merapikan semua barang di bagasi. Sebelum berangkat, kuberikan smartphoneku kepada Her lantaran smartphonenya rusak.
"Kalau kau sudah tiba, hubungi nomor Prita," kataku.
Sengaja kupilih nomor Prita lantaran selain diriku, smarphone Pritalah yang masih bisa mengakses internet untuk komunikasi.
Kujabat tangan Her yang berminyak.
"Hati-hati di jalan, bro," kataku.
Lelaki tua itu hanya tersenyum kepadaku. Tanpa berkata-kata, ia menatapku seolah ingin berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Kini tersisa satu orang lagi yang ingin kuberangkatkan naik motor. Orang itu tak lain dan tak bukan adalah Fred. Kupilih Fred lantaran untuk berjalan normal ia agak susah. Pasalnya ia mesti memakai tongkat. Sepertinya kakinya sudah tidak sanggup menopang bobot tubuhnya sehingga ia perlu menggunakan alat.
Apalagi, "lelaki sepuh" yang kini menginjak usia 78 tahun ini juga tidak punya smartphone. Satu-satunya alat komunikasi yang dimilikinya ialah "ponsel zaman dinosaurus". Jadi, daripada terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, sebaiknya segera kukirim ia ke pondok.
Namun, saat kucari-cari, Fred justru hilang. Lukman kemudian bilang kalau tadi ia izin buang air besar sebentar. Jadi, sambil duduk di pintu mini bus, kutunggu ia.