Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Di dalam "Seni", Bunga yang Fana Menjadi "Abadi"

29 Juli 2017   17:12 Diperbarui: 17 Agustus 2017   09:07 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
desain mobil balap yang disusun dari connector pen (sumber: dokumentasi pribadi)

peralatan membuat sketsa (sumber: dokumentasi pribadi)
peralatan membuat sketsa (sumber: dokumentasi pribadi)
Selain itu, kita juga perlu mempersiapkan modal lainnya, yaitu "kesabaran" dan "ketekunan" sebab kita harus mengerahkan semua perhatian dan mengerjakan setiap bagian dengan cermat. Makanya, kadang aktivitas itu "memakan" banyak waktu, kadang bisa selesai dalam hitungan jam, kadang pula hitungan hari.

Semua itu tentunya bergantung pada tingkat kedetailan suatu karya. Semakin detail suatu karya, biasanya semakin lama waktu pengerjaannya. Jadi, jalani saja semua prosesnya dengan santai dan gembira. Percayalah hasilnya pun akan bikin puas.

Namun, bagaimana dengan bakat? Jika disodori pertanyaan demikian, saya teringat pada kunjungan saya ke pabrik Faber-Castell di Cibitung pada tanggal 11 Juli lalu. Kunjungan itu tak hanya menyegarkan ingatan saya soal aktivitas menggambar, tetapi juga menggaungkan slogan "art for all" (art4all).

kunjungan ke pabrik faber-castell di kawasan cibitung (sumber: dokumentasi pribadi)
kunjungan ke pabrik faber-castell di kawasan cibitung (sumber: dokumentasi pribadi)
Slogan itu menegaskan bahwa kegiatan kesenian, khususnya melukis, bisa dilakukan oleh siapapun tanpa memandang usia, pekerjaan, dan bakat. Jadi, jangan minder untuk menyalurkan ekspresi seni yang terpendam di hati. Luapkan saja. Temukan kesenangan di dalamnya.

Dari situ sebetulnya kita akan mendapat segudang manfaat. Misalnya saja saat menggambar suatu objek, kita akan menemukan kegembiraan dan meningkatkan kemampuan memori. Makanya, jangan heran kalau sewaktu mengunjungi sebuah paud atau tk, kita akan melihat keceriaan dalam diri anak-anak dalam menggoreskan pensil di kertas atau mewarnai suatu gambar.

Rasanya bebas saja, seolah tanpa beban. Mereka justru melakukannya dengan happy lantaran tak memikirkan soal bakat. Makanya, saya sependapat dengan Piccaso yang menyebut bahwa setiap anak adalah seorang seniman.

Namun, masalahnya, bagaimana kita tetap mempertahankan "jiwa seni" itu setelah kita dewasa? Semua itu menjadi persoalan tersendiri lantaran umumnya begitu seseorang menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, kegiatan berkesenian seolah dilupakan.

Hanya sedikit yang masih menjalankannya setelah lulus sekolah. Hal itu bisa jadi disebabkan oleh orientasi pelajaran kesenian di sekolah. Sebagaimana diketahui, pelajaran itu lebih difokuskan pada aspek nilainya, bukan kesenangannya. Makanya, anak-anak yang mendapat nilai jelek pada mata pelajaran kesenian menjadi putus asa dan merasa tak berbakat.

Jadi, daripada pusing memikirkan apakah kita berbakat atau tidak, lebih baik jalani saja. Lakukan dengan penuh kegembiraan, dan kemudian kita akan merasa lebih percaya diri untuk berkarya.

Hal itulah yang "meneguhkan" keyakinan saya dalam membikin sketsa. Makanya, sewaktu menetapkan sebuah objek yang akan dilukis, biasanya saya langsung take action.

Seperti membangun sebuah gedung, awalnya kita perlu membuat garis konstruksi pada gambar. Garis itu bertujuan memberi bentuk awalnya. Makanya, agar lebih mudah, saya menggunakan pensil. Jadi, kalau salah gores, saya bisa menghapusnya dan membikin garis yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun