(b) Larangan Idaho. Iddah adalah jangka waktu tertentu yang harus dijalani  seorang wanita sebelum dia dapat atau diperbolehkan menikah  dengan pria lain.Â
C. Larangan pernikahan sesama jenis didasarkan pada Pasal 1 dan  2 UU No. 1 Tahun 1974. Mengenai perkawinan yang diakui negara, 34 ayat 1 undang-undang tersebut hanya mengatur perkawinan antara laki-laki dan perempuan. UU Tata Kependudukan atau Administrasi UU No. 23 Tahun 2006  : "Penduduk wajib memberitahukan kepada pejabat pelaksana  tempat  perkawinan selambat-lambatnya 60 hari setelah tanggal perkawinan".
 3. Pernikahan beda agama
 4. Perjanjian perkawinan beda agama
 Di Indonesia, perkawinan diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sehingga undang-undang yang sama mengatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya  serta didaftarkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Â
5. Pernikahan sudah dekat
 Sistem hukum Indonesia tidak mengenal perkawinan sembunyi-sembunyi atau perjodohan dan tidak diatur dengan undang-undang. Namun secara logika, istilah perkawinan bawah tanah atau perkawinan tidak tercatat adalah perkawinan yang tidak dicatatkan atau dimasukan tanpa mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, khususnya mengenai pencatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 2 par. 2 berdasarkan UU No. 1 tahun 1974. Menurut undang-undang, perkawinan bawah tanah adalah sah jika dilakukan menurut hukum Islam, yaitu selama syarat dan rukun perkawinan terpenuhi dan tidak ada halangan terhadap perkawinan tersebut. Perkawinan sembunyi-sembunyi seperti itu tentu tidak baik karena dapat mengundang fitnah dan menimbulkan kerugian atau bahaya bagi pelaku kejahatan, terutama perempuan dan keluarganya.
 6. Pernikahan pertama
 Akta nikah sebenarnya  menjadi istilah dalam bahasa Indonesia dengan sedikit modifikasi yaitu akta nikah. Menurut KBBI, sahnya perkawinan adalah penentuan kebenaran atau sahnya suatu perkawinan. Akta nikah adalah akta nikah  yang dibuat menurut hukum agama Islam, tetapi tidak didaftarkan oleh KUA atau PPN yang berwenang (Peraturan Pengadilan Negeri No. KMA/032/SK/2006 tentang  tugas kehakiman dan petunjuk administrasi)
Properti perkawinan dan kontrak pernikahan
A. Kontrak pernikahan
Suami istri dapat mengadakan perjanjian perkawinan dengan perjanjian pranikah, yang dapat menyimpang dari ketentuan harta bersama, jika tidak bertentangan dengan tata krama atau ketertiban umum.
1. Kontrak di tangan
Sering terjadi di masyarakat bahwa kontrak dibuat tanpa notaris, dan kontrak yang tidak melibatkan notaris disebut kontrak pribadi. Perjanjian rahasia tidak memiliki nilai pembuktian penuh, karena jika salah satu pihak mengingkari isi perjanjian, pihak lain sulit membuktikannya. Untuk menambah kekuatan hukum suatu akad rahasia, maka orang yang membuat akad tersebut dapat mendatangi notaris untuk mengesahkannya. Jika kedua belah pihak sudah menandatangani perjanjian, masih dapat menambah kekuatan hukum.Â
2. Kontrak Notaris
Menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata, perjanjian tidak steril disebut juga akta dinas, yaitu surat yang dibuat menurut bentuk yang ditentukan dengan undang-undang dan dibuat atau dibuat oleh pejabat yang berwenang di suatu tempat. dimana perbuatan itu dilakukan.Â
3. Perjanjian Harta Perceraian
Masalah harta perkawinan diatur oleh 35 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sebagai berikut:
a) Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
b) Warisan suami istri dan harta benda yang dihibahkan atau diterima oleh mereka berada di bawah penguasaan keduanya sampai para pihak memutuskan lain. B. Harta benda dalam perkawinan
1. Nasib lahir
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam memutuskan apakah harta itu harta wasiat atau harta bersama, yaitu:
a) Penghasilan dan hadiah yang diperoleh sebelum menikah
b) Aset yang diperoleh melalui hibah
C. Harta yang diterima berdasarkan surat wasiat
D. Harta warisan
Jadi, harta warisan adalah harta yang dimiliki oleh kedua pasangan sebelum menikah.Â
2. Reksa dana (gono-gini)
Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami istri selama perkawinan.
Perceraian
Sebuah perceraian
Perceraian adalah berakhirnya perkawinan dan putusnya suatu keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk mengakhiri perkawinan, yaitu meninggalkan yang lain, sehingga mereka berhenti memenuhi tanggung jawab mereka sebagai suami dan istri.Â
1. Perjanjian cerai
Menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan dapat dibubarkan karena kematian, perceraian, dan penetapan pengadilan. Padahal menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian hanya dapat dikabulkan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk mendapatkan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri. Proses perceraian sebelum proses pengadilan diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.Â
2. Akibat hukum perceraian
Akibat putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Akibat putusnya perkawinan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akibat perceraian dan akibat perceraian. Putusnya perkawinan karena perceraian mempunyai tiga akibat, yaitu:
a) Terhadap anak-anak mereka
b) Kepemilikan bersama
C. Terhadap lumpur
Adapun anak-anak kecil, ada dua bentuk perceraian, yaitu
a) dalam hal perwalian
B. Untuk urusan kemaslahatan ditentukan oleh undang-undang atau perkawinan.Â