REVIEW BUKU HUKUM PERKAWINAN INDONESIAÂ
Dalam perspektif hukum perdata,hukum islam,dan hukum administrasiÂ
judul buku : hukum perkawinan indonesia dalam perspektif hukum perdta,hukum islam dan hukum administrasiÂ
penulis : Dr. H. M.Anwar Rachman, S.H., M.H. DR. Prawitra Thalib, S.H., M.H. Saepudin  Muhtar, S.IP., M.Si., M.A.Â
th terbit : 2020Â
Penerbit : Prendamedia group
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERNIKAHAN
 1. Definisi pernikahan menurut bahasa
 Pengertian nikah menurut bahasa adalah melalui atau bercampur aduk, tetapi biasa disebut akad atau persatuan, pendapat lain mengatakan bahwa arti nikah sebenarnya adalah  akad dan arti majaz adalah watha'. Kemudian pendapat ketiga mengartikan bahwa nikah merupakan gabungan dari pengertian watha dan akad.Â
2. Definisi pernikahan dalam hukum
Menurut Pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pengertian perkawinan  adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang pria dan seorang wanita, yang tujuannya adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan.tentang iman bersama di dalam Tuhan. Menurut pasal di atas, ikatan antara laki-laki dan perempuan adalah atas dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang berarti perkawinan adalah ikatan yang suci.Menjalani perkawinan dengan laki-laki dan perempuan bukan sekedar perintah seks. persetubuhan, tetapi juga untuk menciptakan atau membentuk keluarga yang serasi, aman dan harmonis antara laki-laki dan antara perempuan.
3. Tujuan pernikahan
 Menurut Allah SWT, tujuan perkawinan adalah untuk menghasilkan keturunan yang sah secara agama dan hukum dalam masyarakat membentuk keluarga atau rumah tangga yang tenteram dan tertib. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan juga bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara menurut hukum perdata tidak ada satupun yang secara jelas menjelaskan  tujuan perkawinan, tetapi Pasal 3 Hukum Islam berusaha mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warrohmah. Ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan yang  mempersulit perceraian dimaksudkan agar perkawinan langgeng dan bahagia, serta suami istri dan  keturunannya dapat hidup rukun. Dan ini dijelaskan dalam ajaran Islam terutama dengan mengatakan bahwa "perceraian itu sah, tetapi murka Allah  itu murka". Jika menurutnya halal, tetapi diridhai Allah, berarti  mendekati haram, yang dilarang oleh agama.  4. Filsafat pernikahan
 Dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang pengertian dan keabsahan perkawinan, yang mempunyai hubungan kebenaran yang sesuai dengan filsafat monopluralis ontologi manusia. 1 Tahun 1974 memuat asas-asas untuk menjamin cita-cita luhur perkawinan, yang diimplementasikan dalam enam asas, yaitu:
 a) prinsip kesukarelaan
 B. Prinsip partisipasi keluarga
 C. Prinsip monogami
 D. Prinsip perceraian itu rumit
 e) Prinsip kedewasaan pasangan
 f) Prinsip meningkatkan status perempuan
 Oleh karena itu, pernikahan harus dilandasi oleh cinta, karena tanpa  cinta atau tanpa  tujuan politik atau materi, dapat menyebabkan ketidakbahagiaan dan masalah atau masalah di kemudian hari.
B. Legalitas Perkawinan
 1. Perkawinan menurut hukum adat
 Menurut hukum adat, perkawinan adalah  ikatan antara  laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga baru, yang kemudian menghasilkan keturunan, yang perkawinannya dikaitkan dengan status, kekayaan, dan warisan. Pernikahan tradisional meliputi:
 A. patrilineal (dalam pengaturan patrilineal dan matrilineal)
 b) matrilokal
 C. Sebuah upacara tradisional inisiasi ke dalam pernikahan yang berakar pada adat dan kepercayaan
 2. Pernikahan menurut Islam
 Perkawinan menurut Islam adalah akad suci yang kuat dan kokoh antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama membentuk keluarga yang kekal, beradab, penuh cinta, damai, tenteram, bahagia dan kekal. Menurut Islam, pernikahan dilihat dari tiga aspek yaitu aspek hukum, agama dan sosial. Islam mengatur pernikahan untuk tujuan tertentu, yaitu:
 A. Meneruskan garis keluarga
 B. Lindungi diri Anda dari ketidaktaatan
 C. Memberi kelembutan
 D. Menghormati sunnah Nabi
 (e) Membersihkan anak ayam. Menurut Islam, pernikahan yang sah adalah pernikahan yang dilakukan dengan perjanjian pranikah menurut hukum Islam, karena memenuhi rukun dan syaratnya. Syarat-syarat pernikahan adalah sebagai berikut:
 a) Perkawinan yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan larangan  qs.al Baqarah ayat 221 dan tidak boleh bertentangan dengan qs. Ayat bagus 22,23,24. b) Baik calon mempelai harus beragama Islam, dewasa, sehat jasmani dan rohani. C. Harus ada persetujuan bebas antara kedua mempelai, tidak bisa dipaksakan. D. bukan mahram atau keturunan. Rukun Pernikahan:
 A. Ada pasangan
 b) harus memiliki wali
 C. Harus ada dua  saksi Muslim
 D. menawarkan mas kawin atau mas kawin
 e. pernyataan persetujuan.
 * Wali nikah
 Menurut hukum Islam, suatu perkawinan dianggap tidak sah apabila dalam perkawinan itu tidak ada wali yang berhak atau berhak menjadi wali dalam perkawinan itu. Sementara itu, UU No. 1 Tahun 1974 Perkawinan tanpa wali yang sah dapat batal demi hukum oleh para pihak, misalnya orang tua. Â
* Wali Nasab
 Nasab berarti keturunan menurut ajaran patrilineal dalam bahasa Arab dan juga diartikan sebagai hubungan kekerabatan melalui darah keturunan. Wali nasab adalah  anggota keluarga pihak perempuan yang memiliki hubungan darah patrilineal dan dapat mengikatkan diri dengan pihak perempuan. Menurut Syafi, urutan tradisi patronase adalah:
 ayah
 b)  ayah atau kakek dari ayah
 c) saudara laki-laki yang adalah ayah dan ibu
 d) anak-anak dari saudara laki-laki dari ibu dan ayah yang sama
 e) anak dari saudara laki-laki ayah
 f) ayah saudara laki-laki dari ibu dan ayah yang sama
 g) saudara laki-laki dari ayah yang sama
 h) anak laki-laki dari saudara laki-laki  ayah
 i) anak laki-laki dari saudara laki-laki ibu dan ayah Â
 j)  saudara laki-laki dari ayah yang sama
 * hakim pelindung
 Wali hakim adalah pejabat kantor KUA (baca menikah dengan WNA di KUM). Syarat-syarat seorang wali hakim  menjadi wali suami-istri adalah sebagai berikut:
 a) wali generasi tidak ada atau  meninggal dunia
 B. wali keturunan pergi jauh atau tidak hadir di tempat perkawinan, dan  tidak memberikan kuasa kepada wali keturunan lainnya.Â
C. Wali nasab kehilangan hak perwalian
 D. Penjaga nasab menyediakan layanan haji atau umroh
 e. wali generasi menjadi tunangan istri walinya.Â
* Wali Muhakkam
 Wali ini menjadi pilihan terakhir jika wali keluarga atau wali hakim menolak untuk bertindak sebagai wali perkawinan dan tidak dapat memenuhi kewajiban dan hak wali.  * Saksi
 Saksi nikah merupakan salah satu rukun nikah, yaitu jika tidak ada saksi nikah  maka dianggap batal, sebagaimana sabda Rasulullah: . . Jika mereka tidak setuju, penguasa adalah wali dari orang yang memiliki wali" (HR. Daruquthni).  * Walimatul Urusy (resepsi pernikahan)
 Yang dimaksud  walimah dalam walimatul urusy adalah makanan yang disiapkan sendiri untuk walimatul urusy. Untuk meresmikan hal tersebut di masyarakat, setelah  akad nikah dan tercapainya jab qobul, maka disunnahkan diadakan walimah atau pesta pernikahan sebagaimana yang tertera dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. bahwa setelah menikah Nabi Muhammad VIS. Setelah perang Khaibar dengan Safiah binti Hujai bin Akhtab berakhir, utusan itu berkata: "Bicaralah, beri tahu orang-orang di sekitar kita tentang pernikahan kita."
C. Pemberitahuan Pernikahan
 Pencatatan perkawinan diatur dalam Pasal 2(2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: pencatatan perkawinan terjadi pada saat perkawinan  yang sah menurut agama. peristiwa hukum yang memberikan kepastian hukum atas segala peristiwa seperti kelahiran, pengakuan kelahiran, perkawinan/perceraian, kematian dan surat nikah. Perkawinan yang sah dilangsungkan dan didaftarkan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan  menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, instansi atau lembaga yang bersangkutan adalah :
 1. Kantor Catatan Sipil
 Kantor Catatan Sipil atau lebih dikenal dengan  Dinas Kependudukan dan Statistik Vital adalah suatu lembaga pencatatan perkawinan yang melakukan pencatatan perkawinan bagi mereka yang:
 a) Staatsblad 1993 nomor 75 sudah. Staatsblad nomor 1936 nomor 607 tentang Hukum Perdata Indonesia, Kristen, Jawa, Madurai, Minahasa dan Ambon. b) Staatblad 1847 no. 23 Staatblad 1849 no. 25 dalam Daftar Statistik Vital Eropa. C. Staatsblad 1917 nomor 129 pencatatan perkawinan selesai pada tahun 1917 Staatsblad no. 130 sudah. Staatblad 1919 no. 81 terkait dengan berbagai aturan tentang pendaftaran penduduk
 D. Akte perkawinan campuran status sipil staatsbladin 1904 no. 279. Keputusan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 menegaskan bahwa pencatatan perkawinan umat Kristiani di Sumatera, Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya telah dilaksanakan karena tidak diatur tersendiri sebagaimana tersebut di atas. . bagi mereka, pencatatan perkawinan dalam daftar penduduk pada dasarnya dilakukan menurut ketentuan PP no.3 dan  9 tahun 1975. Mengenai ketentuan khusus tentang tata cara pencatatan perkawinan yang diatur dalam berbagai  peraturan perundang-undangan, melengkapi peraturan pemerintah, tempat pemberitahuan dan batas waktu antara pemberitahuan dan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
 a) Setiap orang yang menikah wajib memberitahukan  kepada pegawai pencatat  tempat perkawinan keinginannya.
 B. Pemberitahuan menurut ayat 1 dilakukan selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum perkawinan.Â
C. Pengecualian batas waktu yang ditentukan dalam ayat 2 disebabkan oleh suatu alasan penting yang diberitahukan oleh Bupati atas nama Direktur Daerah.
D. Hak dan Tanggung Jawab Pasangan
 Hak dan kewajiban suami istri timbul karena terikat oleh suatu ikatan hukum berdasarkan suatu kontrak atau persetujuan. Selama ini suami  istri wajib memenuhi segala hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hak dan kewajiban suami istri terdiri dari hak dan kewajiban kebendaan dan hak dan kewajiban kebendaan. Hak dan tanggung jawab kebendaan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani, seperti suami istri, berkewajiban memberikan sandang, pangan, papan kesehatan, pendidikan bagi istri dan anak-anaknya. Tentang hak dan kewajiban nonmateri yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan internal, seperti hubungan seksual, jaminan kasih sayang, perlindungan dan keamanan, yang harus diberikan seorang pria kepada istrinya.
Pengaturan pernikahan
 A. Pesan berdasarkan negara
 Indonesia sebagai negara hukum yang mengatur tentang perkawinan, secara konstitusional telah menegaskan bahwa hak setiap orang untuk menikah harus berdasarkan perkawinan yang sah. Hal ini termaktub dalam 28 B(1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "setiap orang berhak membentuk dan memelihara keluarga  melalui perkawinan yang sah". Selain itu, pasal 28B(1) menjelaskan bahwa  perkawinan yang sah adalah perkawinan menurut hukum agama dan negara.Â
1. Kode sipil
 KUH Perdata tidak memberikan pengertian tentang perkawinan. Perkawinan sipil adalah hubungan keperdataan yang hanya merupakan ikatan lahiriah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, unsur-unsur agama tidak diatur. Tujuan pernikahan bukanlah untuk memiliki keturunan, sehingga pernikahan yang ekstrem dimungkinkan.Â
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
 Konstitusi negara yaitu Pasal 1(3) Perubahan IV UUD 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat). Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancas dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia atau hak asasi manusia dan sekaligus menjamin setiap warga negara kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib mengikuti hukum negara tersebut. pemerintah tanpa terkecuali. Konsep negara hukum adalah bahwa segala tindakan atau kegiatan harus berdasarkan hukum. Beberapa ahli mengemukakan asas-asas yang menjadi dasar pembentukan  peraturan perundang-undangan yang bersifat perundang-undangan, yang berpendapat bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang penting itu merupakan cita-cita hukum Indonesia, yaitu asas. negara berdasarkan undang-undang, asas pemerintahan berdasarkan tata tertib ketatanegaraan dan asas-asas lainnya. Â
3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
 Hakikat dan fungsi hukum dalam konsep negara hukum karena berkaitan dengan gagasan menciptakan peraturan perundang-undangan yang baik karena beberapa alasan:
 A. Salah satu komponen negara hukum adalah bahwa setiap tindakan pemerintahan atau pemerintahan harus berdasarkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku.Â
b) Jika mengacu pada tipe negara kesejahteraan modern menurut UUD 1945, dimana pemerintah mendapat kekuasaan yang sangat luas untuk berpartisipasi aktif  dalam segala bidang sosial budaya dan ekonomi.Â
C. Secara umum tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah untuk mengatur dan menata kehidupan bernegara sedemikian rupa sehingga rakyat yang tunduk pada hukum  memperoleh keamanan, kemanfaatan, dan keadilan  dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Â
4. Kompendium Hukum Islam (KHI).
 Penggunaan Kahai dalam membuat atau menetapkan putusan oleh hakim Pengadilan Agama saat ini menjadi kontroversi di kalangan sarjana hukum karena bukan merupakan bagian dari sistem hukum  Indonesia. Keabsahan Kahai ketika digunakan untuk menolak putusan  hakim Pengadilan Agama dilihat dari penegasan, yaitu. dalam bentuk keputusan presiden. Bahwa kaki adalah doktrin (pendapat para ahli hukum yang terbentuk di masyarakat). Kak hai juga merupakan legitimasi  praktik hukum yang dilakukan umat Islam Indonesia (kualitas hukum berdasarkan pengambilan keputusan di pengadilan). Kompendium Hukum Islam yang disusun dan dilaksanakan dalam bentuk Inpres No. 1 Tahun 1991 merupakan pembaruan dari persyaratan hukum Islam.
B. menetap dalam agama Islam
 1. Organisasi Al-Qur'an
 Pernikahan berarti penyatuan dua orang yang semula terpisah dan mandiri menjadi satu kesatuan  dan pasangan. Perkawinan menurut syarah adalah akad penyerahan diri antara seorang pria dan seorang wanita untuk tujuan  saling membahagiakan dan terwujudnya rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah. Al-Qur'an menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan hak yang sama, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan manfaat kesejahteraan yang sama, terdapat keseimbangan atau timbal balik antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Pernikahan harus sesuai dengan aturan agama, yaitu. syarat dan rukun nikah terpenuhi dan tidak ada halangan untuk menikah. Selain itu, tidak boleh bertentangan dengan larangan Allah dalam Al Baqarah ayat 221 yaitu larangan kawin beda agama, kecuali laki-laki muslim boleh menikah dengan wanita kitab (Yahudi, Nasrani), tidak bertentangan dengan larangan  surat An. Ayat 22 Nisa yaitu dan janganlah kamu menikahi wanita yang dinikahi oleh ayahmu kecuali pada masa lalu, padahal perbuatan ini sangat buruk dan memusuhi Allah dan  jalan yang paling buruk. Nabi Muhammad SAW  memberikan tuntunan tentang sifat-sifat atau kriteria wanita yang baik untuk dinikahi, antara lain:
 (a) Wanita beragama dan menjalankan agama dengan baik dan benar
 b) Istri dari orang baik
 C. Perawan
 D. Seorang wanita cantik
 e. Seorang wanita kaya
 Selain itu, untuk melangsungkan perkawinan harus ada wali yang baik, wali keluarga, wali hakim, dan syarat-syarat seorang wali adalah:
 a) Islami
 b) Pubertas
 C. Wajar
 D. Hanya (Tidak Buruk)
 e. Pria
 f) Ia berhak menjadi wali
 Jika semuanya sudah selesai pada saat perjanjian pranikah ditandatangani, maka harus ada ijab qabul. Ijab adalah perkataan  wali perempuan sedangkan qabul adalah tanggapan laki-laki untuk menyetujui perkataan wali perempuan.  Selain itu, harus ada mahar, atau mas kawin, yaitu pemberian dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan  berupa uang atau harta benda, yang merupakan hasil dari perkawinan keduanya. Memberi mahar adalah kewajiban  laki-laki yang menikahi perempuan. Mahar ini bukan merupakan salah satu rukun nikah, sehingga jika mahar tidak disebutkan pada saat akad nikah, maka akad nikah  tetap sah. Hukum Islam tidak membatasi besarnya mahar, tetapi sesuai dengan kemampuan laki-laki dan keinginan perempuan. 2. Kesepakatan dalam Hadits
 Dalam hukum Islam, aturan pelaksanaan aturan dasar hukum Alquran dijelaskan dalam Hadits Nabi, yang dapat muncul sebagai ucapan dan perilaku Nabi SAW. Untuk pengaturan hukum  yang berkaitan dengan pernikahan atau nikah, banyak hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini, antara lain:
 A. "Menikahlah, karena jika aku menikah denganmu, aku akan bersaing dengan orang-orang dari bangsa lain." (Al Baihaqi: 1229)
 B. Rasulullah SAW bersabda: "Nikah adalah sunnahku, siapa yang tidak suka maka bukan golonganku!" (HR. Ibnu Majah, Aisyah r.a)
 C. "Yang terburuk di antara kalian adalah selibat, dan kematian kalian yang paling hina adalah kematian orang yang memilih untuk membujang." (HR. Abu Ya'la dan Thabrani)
 D. Rasulullah SAW bersabda, "Nikahilah wanita yang mencintaimu dan mampu melahirkan. Sungguh aku bangga padamu sebagai bangsa yang paling hebat." (HR.Abu Dawud)
 Masih banyak hadits-hadits kenabian tentang pernikahan dan  perkawinan. Seperti hadits tentang nikah mut'ah, hadits tentang nikah siri, nikah beda agama, hadits tentang akad nikah, hukum dan pembenaran, hadits tentang nikah Nabi, dll.Â
3. Pengaturan dalam fikih
 Setiap ulama fikih memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian pernikahan, diantaranya:
 a) Ulama Hanafiyah mengartikan nikah sebagai  akad yang memungkinkan seorang laki-laki  memiliki dan menggunakan seorang wanita, termasuk seluruh bagian tubuhnya, untuk  kepuasan dan kesenangan.Â
B. Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa nikah adalah  akad yang menggunakan ucapan atau makna bahwa nikah itu mendatangkan kesenangan bagi pasangan tersebut.
 C. Ulama Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah  akad atau perjanjian yang dibuat untuk  kepuasan tanpa harga.Â
D. Saleh Al Utsaimin menyatakan bahwa negara adalah  hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang tujuannya adalah agar masing-masing saling menikmati  dan  membentuk keluarga yang saleh serta membangun masyarakat yang suci.Â
e. Muhammad Abu Zahrah mengatakan dalam al-ahwal al-syakhsiyyah bahwa pernikahan adalah akad yang menghasilkan hubungan hukum antara suami istri laki-laki dan perempuan, dengan hak dan kewajiban di antara mereka.
C. Larangan Pernikahan
 1. Pencegahan perkawinan
 Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974  perkawinan dapat dicegah  apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat  perkawinan. Syarat-syarat putusnya perkawinan yang dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan diatur dalam 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Penghalang putusnya perkawinan dapat berupa keluarga yang bersifat turun-temurun, yaitu  keluarga yang turun temurun. kerabat, wali nikah. , wali, wali dan pihak-pihak mempelai wanita berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pencatat nikah tidak boleh melangsungkan atau  melangsungkan perkawinan apabila diketahuinya telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1.7, Pasal 1, Pasal 8 , Bagian 9, Bagian 10 dan Bagian 12.Â
2. Larangan pernikahan dalam Islam
 a) Larangan karena hubungan kekerabatan, yaitu larangan perkawinan sedarah secara tegas dinyatakan dalam Al-Qur'an ayat 23 Surat An-Nisa.Â
(b) Larangan Idaho. Iddah adalah jangka waktu tertentu yang harus dijalani  seorang wanita sebelum dia dapat atau diperbolehkan menikah  dengan pria lain.Â
C. Larangan pernikahan sesama jenis didasarkan pada Pasal 1 dan  2 UU No. 1 Tahun 1974. Mengenai perkawinan yang diakui negara, 34 ayat 1 undang-undang tersebut hanya mengatur perkawinan antara laki-laki dan perempuan. UU Tata Kependudukan atau Administrasi UU No. 23 Tahun 2006  : "Penduduk wajib memberitahukan kepada pejabat pelaksana  tempat  perkawinan selambat-lambatnya 60 hari setelah tanggal perkawinan".
 3. Pernikahan beda agama
 4. Perjanjian perkawinan beda agama
 Di Indonesia, perkawinan diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, sehingga undang-undang yang sama mengatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya  serta didaftarkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Â
5. Pernikahan sudah dekat
 Sistem hukum Indonesia tidak mengenal perkawinan sembunyi-sembunyi atau perjodohan dan tidak diatur dengan undang-undang. Namun secara logika, istilah perkawinan bawah tanah atau perkawinan tidak tercatat adalah perkawinan yang tidak dicatatkan atau dimasukan tanpa mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, khususnya mengenai pencatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 2 par. 2 berdasarkan UU No. 1 tahun 1974. Menurut undang-undang, perkawinan bawah tanah adalah sah jika dilakukan menurut hukum Islam, yaitu selama syarat dan rukun perkawinan terpenuhi dan tidak ada halangan terhadap perkawinan tersebut. Perkawinan sembunyi-sembunyi seperti itu tentu tidak baik karena dapat mengundang fitnah dan menimbulkan kerugian atau bahaya bagi pelaku kejahatan, terutama perempuan dan keluarganya.
 6. Pernikahan pertama
 Akta nikah sebenarnya  menjadi istilah dalam bahasa Indonesia dengan sedikit modifikasi yaitu akta nikah. Menurut KBBI, sahnya perkawinan adalah penentuan kebenaran atau sahnya suatu perkawinan. Akta nikah adalah akta nikah  yang dibuat menurut hukum agama Islam, tetapi tidak didaftarkan oleh KUA atau PPN yang berwenang (Peraturan Pengadilan Negeri No. KMA/032/SK/2006 tentang  tugas kehakiman dan petunjuk administrasi)
Properti perkawinan dan kontrak pernikahan
A. Kontrak pernikahan
Suami istri dapat mengadakan perjanjian perkawinan dengan perjanjian pranikah, yang dapat menyimpang dari ketentuan harta bersama, jika tidak bertentangan dengan tata krama atau ketertiban umum.
1. Kontrak di tangan
Sering terjadi di masyarakat bahwa kontrak dibuat tanpa notaris, dan kontrak yang tidak melibatkan notaris disebut kontrak pribadi. Perjanjian rahasia tidak memiliki nilai pembuktian penuh, karena jika salah satu pihak mengingkari isi perjanjian, pihak lain sulit membuktikannya. Untuk menambah kekuatan hukum suatu akad rahasia, maka orang yang membuat akad tersebut dapat mendatangi notaris untuk mengesahkannya. Jika kedua belah pihak sudah menandatangani perjanjian, masih dapat menambah kekuatan hukum.Â
2. Kontrak Notaris
Menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata, perjanjian tidak steril disebut juga akta dinas, yaitu surat yang dibuat menurut bentuk yang ditentukan dengan undang-undang dan dibuat atau dibuat oleh pejabat yang berwenang di suatu tempat. dimana perbuatan itu dilakukan.Â
3. Perjanjian Harta Perceraian
Masalah harta perkawinan diatur oleh 35 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sebagai berikut:
a) Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
b) Warisan suami istri dan harta benda yang dihibahkan atau diterima oleh mereka berada di bawah penguasaan keduanya sampai para pihak memutuskan lain. B. Harta benda dalam perkawinan
1. Nasib lahir
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam memutuskan apakah harta itu harta wasiat atau harta bersama, yaitu:
a) Penghasilan dan hadiah yang diperoleh sebelum menikah
b) Aset yang diperoleh melalui hibah
C. Harta yang diterima berdasarkan surat wasiat
D. Harta warisan
Jadi, harta warisan adalah harta yang dimiliki oleh kedua pasangan sebelum menikah.Â
2. Reksa dana (gono-gini)
Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami istri selama perkawinan.
Perceraian
Sebuah perceraian
Perceraian adalah berakhirnya perkawinan dan putusnya suatu keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk mengakhiri perkawinan, yaitu meninggalkan yang lain, sehingga mereka berhenti memenuhi tanggung jawab mereka sebagai suami dan istri.Â
1. Perjanjian cerai
Menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan dapat dibubarkan karena kematian, perceraian, dan penetapan pengadilan. Padahal menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian hanya dapat dikabulkan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk mendapatkan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri. Proses perceraian sebelum proses pengadilan diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.Â
2. Akibat hukum perceraian
Akibat putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Akibat putusnya perkawinan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akibat perceraian dan akibat perceraian. Putusnya perkawinan karena perceraian mempunyai tiga akibat, yaitu:
a) Terhadap anak-anak mereka
b) Kepemilikan bersama
C. Terhadap lumpur
Adapun anak-anak kecil, ada dua bentuk perceraian, yaitu
a) dalam hal perwalian
B. Untuk urusan kemaslahatan ditentukan oleh undang-undang atau perkawinan.Â
B. Perceraian/talak menurut Islam
Menurut hukum Islam, perceraian adalah pemisahan atau pemutusan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita.
 1. Jenis perceraian
Cerai Suami, Cerai Raj, Cerai Bain, Cerai Sunaa, Cerai Tawaran, Cerai Takluk, Fasakh Nikah, Khulu', Cerai Istri.Â
2. Hukum Perceraian Dalam Islam
Menurut asalnya, hukum talak adalah makruh (dibenci). Jika seorang laki-laki menceraikan istrinya tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama atau hukum negara, itu adalah makruh. Dan perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah dan nikmat setan. Hal ini juga menurut hadits Nabi yang artinya (hal yang dibenci Allah adalah talak atau talak). Tetapi hukum perceraian Islam mungkin berbeda. Berdasarkan inti masalahnya, proses mediasi dll. Perceraian bisa dianggap wajib, sunnah, makruh, mubah bahkan haram.
 3. Pilar Perceraian
Pilar perceraian antara pasangan, yaitu perceraian, menjadi sah ketika laki-laki itu berakal sehat dan memiliki kemauan sendiri. Sebaliknya, dasar perceraian seorang wanita adalah perceraian yang sah jika kontrak pernikahannya diakhiri dengan suaminya yang sah. C. Status anak
Hukum perdata Indonesia yang mengatur tentang perlindungan anak, yaitu:
1. Hukum Perdata (KUH Perdata)
2. Staatsblad 1917 nomor 129 tentang pengangkatan
3. UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
4. UU Kesejahteraan Anak No. 4 Tahun 1979
5. Konvensi Hak Anak, diratifikasi tahun 1990
6. Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2003. Selain ketentuan perundang-undangan tersebut, anak juga diatur dengan hukum adat dan hukum Islam. Jaminan perlindungan anak dalam hukum perdata sangat penting karena hukum perdata mengatur hak-hak warga negaranya. Menurut hukum perkawinan Indonesia, status anak terbagi menjadi dua bagian, yaitu. anak sah dan tidak sah.Â
D. Pengangkatan anak (adopsi)
Dalam Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 tidak menyebutkan pengertian pengangkatan anak, tetapi hanya menyebutkan pengertian anak angkat yaitu pada Pasal 1(9) sebagai berikut: "Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan keluarga orang tua, wali atau orang lain yang pengadilan berdasarkan suatu keputusan atau putusan, bertanggung jawab atas pengasuhan, pengasuhan dan pendidikan anak dalam lingkungan keluarga orang tua angkat tersebut."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H