Mohon tunggu...
Adib Nusantara
Adib Nusantara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan Indonesia dalam Prespektif Hukum Islam dan Hukum Perdata

29 Maret 2023   12:57 Diperbarui: 29 Maret 2023   12:56 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

b) Jika mengacu pada tipe negara kesejahteraan modern menurut UUD 1945, dimana pemerintah mendapat kekuasaan yang sangat luas untuk berpartisipasi aktif  dalam segala bidang sosial budaya dan ekonomi. 

C. Secara umum tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah untuk mengatur dan menata kehidupan bernegara sedemikian rupa sehingga rakyat yang tunduk pada hukum  memperoleh keamanan, kemanfaatan, dan keadilan  dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.  

4. Kompendium Hukum Islam (KHI).
 Penggunaan Kahai dalam membuat atau menetapkan putusan oleh hakim Pengadilan Agama saat ini menjadi kontroversi di kalangan sarjana hukum karena bukan merupakan bagian dari sistem hukum  Indonesia. Keabsahan Kahai ketika digunakan untuk menolak putusan  hakim Pengadilan Agama dilihat dari penegasan, yaitu. dalam bentuk keputusan presiden. Bahwa kaki adalah doktrin (pendapat para ahli hukum yang terbentuk di masyarakat). Kak hai juga merupakan legitimasi  praktik hukum yang dilakukan umat Islam Indonesia (kualitas hukum berdasarkan pengambilan keputusan di pengadilan). Kompendium Hukum Islam yang disusun dan dilaksanakan dalam bentuk Inpres No. 1 Tahun 1991 merupakan pembaruan dari persyaratan hukum Islam.

B. menetap dalam agama Islam
 1. Organisasi Al-Qur'an
 Pernikahan berarti penyatuan dua orang yang semula terpisah dan mandiri menjadi satu kesatuan  dan pasangan. Perkawinan menurut syarah adalah akad penyerahan diri antara seorang pria dan seorang wanita untuk tujuan  saling membahagiakan dan terwujudnya rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah. Al-Qur'an menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan hak yang sama, laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan manfaat kesejahteraan yang sama, terdapat keseimbangan atau timbal balik antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Pernikahan harus sesuai dengan aturan agama, yaitu. syarat dan rukun nikah terpenuhi dan tidak ada halangan untuk menikah. Selain itu, tidak boleh bertentangan dengan larangan Allah dalam Al Baqarah ayat 221 yaitu larangan kawin beda agama, kecuali laki-laki muslim boleh menikah dengan wanita kitab (Yahudi, Nasrani), tidak bertentangan dengan larangan  surat An. Ayat 22 Nisa yaitu dan janganlah kamu menikahi wanita yang dinikahi oleh ayahmu kecuali pada masa lalu, padahal perbuatan ini sangat buruk dan memusuhi Allah dan  jalan yang paling buruk. Nabi Muhammad SAW  memberikan tuntunan tentang sifat-sifat atau kriteria wanita yang baik untuk dinikahi, antara lain:
 (a) Wanita beragama dan menjalankan agama dengan baik dan benar
 b) Istri dari orang baik
 C. Perawan
 D. Seorang wanita cantik
 e. Seorang wanita kaya
 Selain itu, untuk melangsungkan perkawinan harus ada wali yang baik, wali keluarga, wali hakim, dan syarat-syarat seorang wali adalah:
 a) Islami
 b) Pubertas
 C. Wajar
 D. Hanya (Tidak Buruk)
 e. Pria
 f) Ia berhak menjadi wali
 Jika semuanya sudah selesai pada saat perjanjian pranikah ditandatangani, maka harus ada ijab qabul. Ijab adalah perkataan  wali perempuan sedangkan qabul adalah tanggapan laki-laki untuk menyetujui perkataan wali perempuan.  Selain itu, harus ada mahar, atau mas kawin, yaitu pemberian dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan  berupa uang atau harta benda, yang merupakan hasil dari perkawinan keduanya. Memberi mahar adalah kewajiban  laki-laki yang menikahi perempuan. Mahar ini bukan merupakan salah satu rukun nikah, sehingga jika mahar tidak disebutkan pada saat akad nikah, maka akad nikah  tetap sah. Hukum Islam tidak membatasi besarnya mahar, tetapi sesuai dengan kemampuan laki-laki dan keinginan perempuan. 2. Kesepakatan dalam Hadits
 Dalam hukum Islam, aturan pelaksanaan aturan dasar hukum Alquran dijelaskan dalam Hadits Nabi, yang dapat muncul sebagai ucapan dan perilaku Nabi SAW. Untuk pengaturan hukum  yang berkaitan dengan pernikahan atau nikah, banyak hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini, antara lain:
 A. "Menikahlah, karena jika aku menikah denganmu, aku akan bersaing dengan orang-orang dari bangsa lain." (Al Baihaqi: 1229)
 B. Rasulullah SAW bersabda: "Nikah adalah sunnahku, siapa yang tidak suka maka bukan golonganku!" (HR. Ibnu Majah, Aisyah r.a)
 C. "Yang terburuk di antara kalian adalah selibat, dan kematian kalian yang paling hina adalah kematian orang yang memilih untuk membujang." (HR. Abu Ya'la dan Thabrani)
 D. Rasulullah SAW bersabda, "Nikahilah wanita yang mencintaimu dan mampu melahirkan. Sungguh aku bangga padamu sebagai bangsa yang paling hebat." (HR.Abu Dawud)
 Masih banyak hadits-hadits kenabian tentang pernikahan dan  perkawinan. Seperti hadits tentang nikah mut'ah, hadits tentang nikah siri, nikah beda agama, hadits tentang akad nikah, hukum dan pembenaran, hadits tentang nikah Nabi, dll. 

3. Pengaturan dalam fikih
 Setiap ulama fikih memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian pernikahan, diantaranya:
 a) Ulama Hanafiyah mengartikan nikah sebagai  akad yang memungkinkan seorang laki-laki  memiliki dan menggunakan seorang wanita, termasuk seluruh bagian tubuhnya, untuk  kepuasan dan kesenangan. 

B. Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa nikah adalah  akad yang menggunakan ucapan atau makna bahwa nikah itu mendatangkan kesenangan bagi pasangan tersebut.

 C. Ulama Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah  akad atau perjanjian yang dibuat untuk  kepuasan tanpa harga. 

D. Saleh Al Utsaimin menyatakan bahwa negara adalah  hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang tujuannya adalah agar masing-masing saling menikmati  dan  membentuk keluarga yang saleh serta membangun masyarakat yang suci. 

e. Muhammad Abu Zahrah mengatakan dalam al-ahwal al-syakhsiyyah bahwa pernikahan adalah akad yang menghasilkan hubungan hukum antara suami istri laki-laki dan perempuan, dengan hak dan kewajiban di antara mereka.

C. Larangan Pernikahan
 1. Pencegahan perkawinan
 Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974  perkawinan dapat dicegah  apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat  perkawinan. Syarat-syarat putusnya perkawinan yang dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan diatur dalam 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Penghalang putusnya perkawinan dapat berupa keluarga yang bersifat turun-temurun, yaitu  keluarga yang turun temurun. kerabat, wali nikah. , wali, wali dan pihak-pihak mempelai wanita berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pencatat nikah tidak boleh melangsungkan atau  melangsungkan perkawinan apabila diketahuinya telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1.7, Pasal 1, Pasal 8 , Bagian 9, Bagian 10 dan Bagian 12. 

2. Larangan pernikahan dalam Islam
 a) Larangan karena hubungan kekerabatan, yaitu larangan perkawinan sedarah secara tegas dinyatakan dalam Al-Qur'an ayat 23 Surat An-Nisa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun