Dalam kasus pelecehan seksual oleh siswa atau guru, pendekatan restorative justice harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Fasilitator yang berpengalaman harus dilibatkan untuk memastikan bahwa proses ini berjalan dengan aman dan tidak memperburuk trauma korban. Restorative justice dalam konteks ini dapat mencakup:
- Pemulihan korban: Korban diberi kesempatan untuk menyuarakan perasaan dan dampak yang dirasakannya dalam suasana yang aman dan mendukung.
- Tanggung jawab pelaku : Pelaku harus mengakui perbuatannya, meminta maaf, dan menunjukkan upaya untuk memperbaiki kerusakan yang telah mereka timbulkan, baik melalui tindakan langsung maupun melalui reparasi simbolis.
- Komunitas sekolah: Seluruh komunitas sekolah dilibatkan dalam proses untuk memastikan bahwa budaya yang mendukung kekerasan atau pelecehan tidak lagi berlanjut.
Tantangan Budaya dan Ekonomi dalam Implementasi Restorative Justice
Tantangan lain dalam menerapkan restorative justice di Indonesia adalah budaya hierarkis yang kuat, di mana otoritas guru atau orang tua seringkali tidak bisa dipertanyakan.
Dalam banyak budaya lokal, otoritas guru dianggap mutlak, sehingga membuka ruang untuk dialog terbuka antara guru dan siswa menjadi tantangan tersendiri. Di sisi lain, pendidikan di Indonesia seringkali lebih fokus pada hasil akademik ketimbang perkembangan emosional dan sosial siswa.
Selain tantangan budaya, faktor ekonomi juga menjadi kendala. Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, kekurangan sumber daya untuk menyediakan pelatihan bagi guru dan staf sekolah dalam menerapkan restorative justice. Pemerintah perlu memberikan dukungan finansial dan regulasi yang memadai agar pendekatan ini dapat diterapkan secara efektif di seluruh sekolah di Indonesia.
Restorative Justice: Langkah Nyata untuk Sekolah yang Lebih Baik
Meski tantangan yang dihadapi cukup besar, penerapan restorative justice di sekolah-sekolah Indonesia tetap mungkin jika dilakukan dengan perencanaan yang matang.
Pemerintah bisa mengambil peran penting dalam menyediakan pelatihan bagi guru, mempromosikan kesadaran akan manfaat pendekatan ini, dan mengintegrasikan restorative justice ke dalam kurikulum nasional. Dukungan dari komunitas sekolah juga diperlukan untuk memastikan bahwa pendekatan ini bisa berjalan dengan lancar.
Kesimpulan
Restorative justice menawarkan solusi yang lebih manusiawi dan berkelanjutan dalam mengatasi kekerasan di sekolah.
Dengan mengutamakan dialog dan pemulihan hubungan, pendekatan ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif bagi semua siswa. Meskipun tantangan sosial, ekonomi, dan budaya tetap ada, restorative justice memberikan harapan baru untuk pendidikan yang lebih baik di Indonesia---pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk generasi yang saling menghargai dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H