Memaksakan membawa buku ke manapun tempat itu bagus. Buku mungkin hari itu tidak dibaca karena sibuk dan lainnya.Â
Namun, kita tak tahu kapan ada waktu luang sehingga buku yang ditenteng seharian itu bisa dibaca.
Saya menganjurkan mereka memaksakan diri membawa buku saat kuliah, ke masjid, ke kantin, jam makan siang, atau lainnya. Ini untuk menentukan titik ekuilibirium pertemuan antara waktu yang ada dan motivasi mereka untuk membaca.
Mungkin dari semingguan membawa buku, hanya setengah jam mereka fokus membaca. Itu lebih baik.Â
Itu langkah awal yang oke untuk membangun literasi yang kuat. Itu preambul yang memuaskan untuk menuju nukleus kecintaan terhadap membaca.
Kedua, buku apa saja
Saya meminta mereka bawa buku apa saja. Kalau fokus dengan kuliahnya, silakan bawa buku mata kuliah yang paling favorit.Â
Bahwa nanti membaca karena urusan akademik, itu tak masalah. Justru itu langkah yang bagus.Â
Sekali merengkuh dayung, dua sampai tiga pulau terlampaui. Dengan suka membaca buku teks atau ajar, dua sampai tiga keuntungan.Â
Ide dan gagasan bertambah. Materi perkuliahan dipahami dengan baik. Kosakata dalam rekaman pengetahuan juga bertambah.
Saya tegaskan, menekuni literasi itu tak serta merta mesti karya sastra semacam novel atau puisi, atau naskah drama, atau skenario film, atau karya fiksi lain. Literasi bisa dibangun dari bacaan yang kita sukai. Silakan baca apa saja.