Teman-teman peserta ekskul bilang, kemungkinan selama ini para pustakawan tidak banyak interaksi di luar. Ya tadi itu. Karena hanya berdiam diri, interaksinya tidak seperti profesi lain.Â
Guru misalnya. Setiap hari bertemu orang dengan jumlah yang pasti. Satu atau dua kelas. Jika satu kelas 30 orang, sehari ketemu 60 orang. Interaksinya juga intensif. Dalam arti, komunikasi terbangun dengan baik.
Khusus pustakawan, interaksinya tentu tak banyak. Ia "sibuk" dengan pekerjaan yang itu-itu saja. Kalau tak mencatat buku yang dipinjam, ya mencatat buku yang dikembalikan. Plus dengan uang denda jika meminjamnya sudah lewat tenggat.Â
Yang runyam, mencatat buku yang tidak dikembalikan oleh pengunjung. Entah sudah berapa banyak yang seperti itu.Â
Kalau Anda senyum-senyum, berarti pernah kejadian pinjam buku tapi tidak mengembalikan. Alhamdulillah saya tidak pernah demikian. Soalnya jarang ke perpustakaan, hahaha.
Ketiga, menjemukan
Boleh jadi pekerjaan pustakawan bagi sebagian orang benar-benar menjemukan. Bagaimana tak jemu jika delapan jam kerja dikurung di ruangan itu saja.Â
Mau bergerak, khawatir ada pengunjung datang. Jadi, hilir mudiknya terbatas.Â
Hal itulah yang mungkin menjadi faktor utama kejemuan yang dirasakan pustakawan. Karena itu juga, sebagian kalangan mungkin memandangnya sebelah mata.
Bagaimana kita bisa nyaman kerja kalau aktivitasnya menjemukan. Kerjaan zaman sekarang bagi milenial dicari yang bergerak, aktif, interaksi dengan orang lain, dan sebagainya. Ini jika dilakukan sungguh membunuh kejemuan itu.
Keempat, titian karier