Ketujuh, jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan
Jurnalisme membuat karya bukan semata untuk keperluan algoritma dan adsense Google. Jurnalisme hadir untuk memproduksi karya yang enak dibaca dan relevan. Bukan semata-mata bombastis dengan judul yang menggoda tapi membodohkan.
Oleh karena itu, media massa melatih para jurnalisnya untuk membuat karya yang menarik. Berita penting dan baru disajikan dengan menarik dalam bentuk narasi yang memikat. Ada penulisan berupa feature untuk mengikat pembaca. Soal ini nantilah lain waktu insya Allah saya tuliskan.
Pendeknya, konten jurnalistik bukan sekadar disajikan begitu saja. Media massa mesti memolesnya sehingga menarik minat publik untuk membaca dan menyaksikannya. Oleh sebab itu, media memberikan porsi bujet untuk peningkatan kualitas karya jurnalistiknya.
Bagaimana mau menemukan angle yang kuat jika kualitas jurnalisnya di bawah rata-rata. Bagaimana hendak menulis feature yang memikat jika tak mampu menemukan diksi yang beragam dari kamus besar.
Agama mengajarkan untuk menyampaikan pesan dakwah dengan cerdas. Itulah sebabnya, satu di antara sifat nabi itu fatanah alias cerdas.
Kedelapan, jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional
Sejak ada media massa daring, kecenderungan berita yang diunggah makin pendek. Kadang malahan superpendek. Nanti disambung di berita berikutnya sebagai lapisan demi lapisan pembentuk kebenaran dalam karya jurnalistik.
Media massa wajib memberikan informasi yang utuh dan tidak sepotong-sepotong. Media massa mesti kasih berita yang lengkap dan proporsional.
Berhari-hari ruang televisi dan juga media massa penuh dengan berita Sambo. Elemen masyarakat yang ingin Sambo dihukum mati, banyak kita baca.Â
Orang Indonesia juga punya kecenderungan untuk "membela" Bharada Eliezer. Begitu vonis ringan 1 tahun 6 bulan untuk Eliezer, kebanyakan orang senang. Ya itulah manfaat Eliezer jadi justice collaborator.