Makanan kalau pas Imlek paling juga kue tutun.
"Kalian tahu dan pernah makan kue tutun?"
Sebagian kami mengangguk, ada juga yang tidak. Sebagian sudah lemas karena sebentar lagi pulang sekolah.
Oh iya, di kelas kami lumayan banyak teman yang etnik Tionghoa. Ada Andre, Sucipto, Suwito, Mariana Halim, Rosita, Emil, Irsan Kurniawan, Helmie, Lukito Buntoro, Nunita, dan Santi. Rata-rata mereka mengangguk.
Saya jadi ingat kalau dekat Imlek, Papi, sapaan ayah saya, selalu membawa kami ke rumah teman kerjanya yang Tionghoa.Â
Kami diberikan angpao merah berisi uang. Juga diberikan kue-kue.Â
Ibu yang kadang terima kue tutun untuk dibawa ke rumah. Saya tak paham kalau yang lain.Â
Imlek buat saya identik dengan angpao, kue tutun atau kue keranjang. Baru sekarang-sekarang saja ada barongsai.Â
Dulu kan semasa Presiden Suharto, kesenian ini sempat tidak mendapat tempat untuk dipertunjukkan kepada khalayak ramai.
Penjelasan Pak Kardi siang itu sungguh mencerahkan. Kami tak pernah penjelasan berkelas semacam ini sebelumnya.Â
Dalam hati, wajar kalau beliau ini guru teladan provinsi.