Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pemukul Kasti Kelas 6 C

13 Agustus 2016   06:29 Diperbarui: 13 Agustus 2016   07:24 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mana, Yan, kok dari tadi enggak sampai-sampai," tanya Nurhadi. Dari dahinya keluar keringat. Baju seragam putihnya juga sudah agak basah, terutama di bagian ketiak.

Yerni apalagi. Cewek satu-satunya itu sudah menghabiskan segelas air mineral sampai teman-teman cowoknya tidak ada yang kebagian. Ck..ck..ck.

"Kayaknya gua liat di sini. Kok enggak ketemu ya. Banyak tanah kosong lagi. Apa salah ya," Nurian ngomong sendiri.

Yang sudah kesal tentu Andri. Mulutnya sering monyong ke depan.

"Yakin di sini tempatnya, Yan," Nurhadi bertanya. Nada suaranya masih lembut, maklum ketua kelas, jadinya harus sabar dong.

"Ya yakin enggak yakin, hehehe," Nurian malah menjawab dengan menyeringai.

Mereka pun kemudian beristirahat di bawah sebuah pohon yang daunnya lebat. Lama juga mereka mengaso.

Tin, tin, tin. Ada suara klakson sepeda motor yang berbunyi. Seorang bapak dengan tubuh agak gemuk, berambut keriting kecil, membuka helmnya. Bapak Misdi Hartono.

Anak-anak histeris. Semua bangkit dari duduk-duduknya. Nurhadi yang pertama mencium tangan orang tua mereka itu. Disusul Andri dan Nurian. Yerni terakhir, bahkan sampai menangis segala. Bapak Misdi juga terharu. Tangannya mengelus kepala anak-anak tercintanya itu.

Setelah berbincang sejenak, Bapak Misdi menanyakan kenapa mereka ada di tempat itu. Nurhadi kemudian menceritakan semuanya, dari pemukul kasti yang hilang hingga mereka "terdampar" di tempat itu.

"Ya sudah, kalian pulang saja. Sudah sore. Nanti tiga hari lagi bapak ke sekolah," kata Bapak Misdi setelah mendengar penuturan Nurhadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun