Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Money

BI Bersinergi, Inflasi Terkendali

26 Juli 2014   04:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:12 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Nah, dalam konteks inflasi selama bulan puasa, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, Nairobi, menilai BI sudah pada posisi yang benar. BI diklaim sudah menjalankan semua fungsinya dengan baik. Dengan demikian, semua fungsi berjalan dengan baik. Perihal adanya inflasi selama Ramadan, hal itu hal yang wajar. Dan, hanya terjadi dalam konteks permintaan dan penawaran. Melulu berhubungan dengan barang dan jasa. Soal alat pembayaran, kondisi moneter, dan sebagainya, kondisinya sejauh ini bagus. Inflasi yang terjadi selama puasa adalah fenomena tahunan. Ini ada kaitannya dengan poin berikutnya soal kebijakan pemerintah daerah. Poin ini akan didedahkan dalam pembahasan tersendiri.

Ketiga, peran pemda lemah
Seperti ditulis di atas, dimana ada ketimpangan struktural dan itu berefek pada inflasi bulan Ramadan, kritik perlu ditujukan kepada pemerintah daerah. Setiap provinsi memiliki Tim Pengendali Inflasi Daerah atau TPID. Tim ini, bekerja sama dengan banyak lembaga, termasuk BI, semestinya piawai dalam mengantisipasi kecenderungan inflasi. Sebab, pemerintah daerah yang paling mengetahui kondisi ekonominya. Nairobi menjelaskan, berdasar pengalamannya, orang yang ditunjuk pemda untuk berkiprah di tim ini tidak berkompeten. Kecakapan seseorang padahal diperlukan untuk masuk ke dalam tim ini. Namun, jika yang dikirim pemda adalah orang tak berkompeten, sulit untuk mengantisipasi inflasi sehingga terkendali, khususnya untuk bulan puasa.


Inflasi itu lebih kepada kecenderungan kenaikan harga barang. Karena dia cenderung atau tendensi, tim harus mampu mengantisipasi inflasi dengan angkah yang tepat. Jika ada harga barang yang terus naik, perlu dicari penyebabnya. Apakah pasokan terganggu ataukah memang jumlah barangnya terbatas. Dengan mengetahui intisari masalah, tim ini bisa melakukan evaluasi dan kajian, kemudian merumuskan langkah. Setidaknya, inflasi yang terjadi masih dalam kategori yang wajar. Dan, masyarakat pun masih punya kans untuk memperoleh barang dan jasa yang mereka butuhkan.

Keempat, kontradiksi Lebaran dengan Natal dan Tahun Baru
Cobalah kita perhatikan. Menjelang Lebaran, semua harga kebutuhan pokok masyarakat menjadi naik. Terutama yang dibutuhkan saat Lebaran. Misalnya telur, daging, cabai, pakaian, dan sebagainya. Memang benar, sejumlah swalayan besar memberikan korting atas harga yang ditentukan. Namun, secara umum, harga barang dan jasa ini naik berkali lipat. Namun, berapa pun harga yang ditawarkan, konsumen tetap menyerbu. Maka, kita menyimak betapa pasar dipadati oleh warga yang ingin berlebaran dengan pakaian baru dan makanan enak. Pedagang mendapat keuntungan yang lumayan.


Namun, fenomena itu tidak kita lihat selama Natal dan Tahun Baru. Meskipun pasar ramai, harga yang dipajang di gerai tidak segila saat bulan puasa. Seolah-olah menandakan, kalau momentum akhir tahun adalah masa produsen mengucapkan terima kasih kepada konsumen. Terima kasih bahwa selama sebelas bulan sebelumnya, konsumen sudah memberikan banyak keuntungan. Dan "ironisnya", momentum puasa dan Lebaran menjadi saat terbaik mengeruk keuntungan.

Semestinya, kita juga mendorong perusahan untuk memberikan insentif kepada konsumen selama puasa dan Lebaran. Jangan sampai terkesan, umat muslim hanya dijadikan sapi perahan saat mereka membutuhkan. Korporasi semestinya juga tak melihat poin keuntungan melulu. Bahwa mereka mendapat keuntungan yang besar, itu sudah pasti. Tapi memberikan insentif kepada konsumen muslim selama puasa, juga harus dilakukan. Ini juga untuk mengendalikan inflasi sehingga harga yang terbentuk tidak memberatkan konsumen.

Kelima, BI bersinergi
Untuk mengendalikan inflasi sehingga tak berada pada kisaran yang wajar, BI memang perlu bersinergi dengan banyak pihak. Jika merujuk pada tiga tugas pokoknya, BI memang berhubungan dengan banyak lembaga, seperti Kementerian Keuangan, Bapepam, Bappenas, dan sebagainya. Sebab, sinergi ini menjadi penting untuk mendorong pettumbuhan Indonesia pada angka yang positif.


Kita ambil contoh kebijakan suku bunga. BI mesti pandai meletakkan suku bunga ini dalam momentum tertentu. Menaikkan suku bunga memang berimplikasi pada peningkatan tabungan masyarakat di bank. Dengan begitu, bank bisa mendistribusikan simpanan nasabah untuk mendorong sektor riil berupa pinjaman kepada masyarakat. Masyarakat yang terdorong menabung, sedikt banyak menolong pergerakan sektor riil. Sektor riil, dalam banyak analisis, sering berada di persimpangan jalan. Rupiah yang dikucurkan kepada mereka acap menjadi blundef ketika iklim ekonomi tidak kunjung membaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun