Namun demikian, tradisi masyarakat agraris petani lokal telah membentuk budaya dari aktivitas lingkungan alamnya yang berdasarkan pada pertaniannya.
Begitu pula, dengan sistem kepercayaan dan religi yang dimiliki oleh petani di Kecamatan Sobang dan Panimbang Kabupaten Pandeglang yang masih mempertahankan tradisi Mapag Sri dalam masa pertanian, khususnya saat menjelang panen raya.
"Mapag Sri" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang mengandung arti "menjemput padi".
Dalam bahasa Jawa, "Mapag" berarti menjemput, sedangkan "Sri" dimaksudkan sebagai padi.
Nah, yang dimaksud dari menjemput padi itu adalah panen padi.
Dalam tradisi masyarakat agraris di Pandeglang Selatan, padi memang memiliki tempat istimewa.
Padi atau beras, dalam keyakinan masyarakat setempat, tidak hanya sebagai bahan pangan. Padi diyakini bermula dari aktivitas Dewa Dewi, sehingga bersifat sakral dan segala proses menghasilkannya dipandang suci.
Oleh karena itu, masyarakat biasanya melakukan rangkaian upacara ruwatan atau ritual sebelum memasuki fase tertentu, utamanya ketika mulai penanaman padi (hajat bumi) maupun penanganannya ketika akan memulai panen (Mapag Sri).
Awal Mula Ritual Mapag Sri di Pandeglang Selatan
Upacara atau ritual Mapag Sri pada awalnya dilakukan sebagai tradisi yang digunakan untuk menghormati Dewi Sri yakni Dewi Padi.
Awalnya, pada zaman dahulu kala ritual Mapag Sri dilakukan dengan upacara besar-besaran. Mapag Sri merupakan tradisi yang dilakukan apabila musim panen sudah atau telah tiba.
Tradisi ini merupakan simbol rasa syukur dan berharap panen yang dihasilkan dapat lebih banyak.