Paradigma naturalistik adalah paradigma yang beranggapan bahwa realitas adalah hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi realitas kita mengenal banyak realitas (Komunikasi Antarbudaya, 1996: 247). Tujuan penelitian tidak lagi hanya untuk memperoleh pengatahuan nomothetik (hukum-hukum yang dapat digeneralisasikan). tetapi juga mencan dan mengembangkan pengetahuan idiografik (penjelasan tentang kasus-kasus). Pengamat dan objek yang diamaati melakukan hubungan tinbal balik karena saling mempengaruhi. Paradigma naturalistik menjadi lebih relevan untuk melakukan penelitian komunikasi antar budaya karena melihat konsep tidak hanya dari sudut pandang peneliti, tetapi juga dari sudut pandang objek yang diteliti.
Paradigma positivistik hanya melihat pecahan-pecahan realitas tentu saja sulit untuk melihat konteks. Penelitian paradigma naturalistik yang menempatkan proses itu menjadi satu-satunya alternatif. Tetapi dengan bergabungnya metode penelitian paradigma positivistik dan paradigma naturalistik dapat lebih efektif dalam pengujian dan pembuatan konsep melalui verifikasi dan logika empiris hasil dari observasi yang dilakukan.
Dalam beberapa buku lain paradigma dijelaskan dengan kata lain asumsi dasar. Alo Liliweri (2003: 15) memberikan asumsi-asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya sebagai berikut.
1. Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2. Dalam komunikasi antar budaya terkandung isi dan relasi antar pribadi.
3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.
4. Komunikasi antar budaya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat ketidakpastian.
5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
6. Efektivitas antar budaya merupakan tujuan komunikasi.
Â
Bab III