Mohon tunggu...
Ade Muhammad
Ade Muhammad Mohon Tunggu... profesional -

Defense Systems Analyst Systems Thinker using System's Thinking and System Dynamics

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sekte Wahabiah di Indonesia Clear and Present Danger

31 Juli 2014   06:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:48 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ormas Islam apa pun yang doktrin dan akidahnya benar menurut MUI, maka bisa bergabung dan punya wakil di dalamnya tanpa mempertimbangkanjumlah anggota oraganisasinya. Akibatnya, wakil organisasi besar dan moderat seperti NU dan Muhammadiyah tidak representatif dibandingkan dengan gerakan garis keras kecil yang anggotanya hanya puluhan ribu saja. MUI memiliki hak prerogatif untuk menentukan sah dan tidak, benar dan sesatnya suatu keyakinan untuk menjadi anggota. Ahmadiyah, misalnya, karena dianggap menyimpang, bukanhanya tidak bisa masuk menjadi anggota, MUI bahkan mendesak pemerintah untukmelarangnya (MRORI'WI N0. 4). Sementara, betapa pun subversifnya secara politik, jika MUI menilai tidak ada penyimpangan, akan diakomodasi. Salah satu contoh paling memprihatinkan adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam doktrinnya, HTI menyatakan sebagai organisasi politik yang anti demokrasi, atau dalam bahasa agama mengharamkan demokrasi dan memperjuangkan Khilafah Islamiyah. HTI mengaku dan berusaha melenyapkan Pancasila dan meruntuhkan NKRI. Dengan demikian, dari sudut manapun HTI gerakan subversif, namun keberadaanya diakomodasi oleh MUI, bahkan anggota HTI menggurita di dalam struktur MUI dari pusat sampai daerah.** Tidak bisa dibayangkan jika suatu saat HTI menjadi besar dan hampir pasti akan berhadapan dengan eksistensi Indonesia sebagai negara bangsa.

Sistem keanggotaan MUI yang demikian, serta lemahnya orientasi dan pengamalan spiritual di antara kebanyakan anggotanya, membuatproduk-produk dan fatwa yang dikeluarkannya sejalan dengan arus gerakan garis keras. Ini disebabkan karena wakil ormas-ormas Islam yang moderat tidak banyak meskipun dihitung dari jumlah anggotanya sangat besar. Karena inilah, MUImenjadi salah satu target utama penyusupan para agen garis keras dan alat mereka dalam usaha menegakkan ideologi dan mewujudkan agenda politik mereka.

Akibat selanjutnya adalah bahwa organisasi Islam dengan doktrin apa pun, termasuk organisasi dan gerakan fundamentalis yang antidemokrasi dan anti Pancasila sekali pun, terkecuali yang secara nyata dicap sebagai teroris seperti ]amaah Islamiyah (II), bisa menjadi anggota dan mendominasi MUI. Dari kenyataan demikian, MUI sesungguhnya bisa dikatakan sebagai bungker dari organisasi dan gerakan fundamentalis dan subversif di Indonesia.*** Lebih dari itu, karena MUI dibiayai oleh pemerintah, maka organisasi dan gerakan fundamentalis juga mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui MUI tersebut untuk tujuanmereka menghancurkan dasar negara. Pemerintah, dengan demikian, melakukan capacity building gerakan fundamentalis dan radikal, bahkan yang anti Pancasila, UUD 1945, dan NKRI sekalipun.

*Ahmad Suaedy dkk. KataPengantar: “Fatwa MUI dan Problem Otoritas Keagamnan" dalam Kala FatwaJadi Pcnjara (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), h. x-xxv

**ibid

**http://www.wahidinstitute.org/indonesia/content/view/718/52/

(198-200)

"KEMANA mau dibawa RI?"

a.       Formalisasi Islam - Perda dan HukumSyariah

Formalisasi hukum Islam sebagai hukum positif melalui Perda-perdaSyari‘ah di beberapa daerah merupakan strategi “desa mengepung kota” gariskeras. “Jika daerah-daerah telah menerapkan syari‘ah Islam sebagai hukum positif, maka tidak akan ada alasan untuk menolaknya secara nasional,"jelas tokoh-tokoh kelompok garis keras kepada peneliti kami terkait usaha formalisasi hukum Islam yang mereka lakukan. Sialnya, perda-perda dimaksud lebih merupakan aplikasi harfiah dan parsial atas hukum Islam, maka bisadipastikan akan menimbulkan distorsi dan reduksi terhadap Islam itu sendiri, disamping diskriminasi dan alienasi terhadap non-Muslim maupun Muslim sendiri.

(h.103)
Sumber pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun