Mohon tunggu...
Adelia Kusuma Wardhani
Adelia Kusuma Wardhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa pendidikan kimia

Mengisi hari-hari dengan tugas kuliah dan hal-hal baru di berbagai bidang untuk terus meningkatkan daya pikir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Al-Quran dan Sejarah Panjang Pembuatannya

8 Mei 2022   22:10 Diperbarui: 11 Mei 2022   18:29 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: 

Adelia Kusuma Wardhani

Zanisa Aryn Nandita

Al-Qur'an adalah kitab Allah, dasar Syariah dan sumber dari semua sumber hukum Islam, dan merupakan kewajiban umat Islam untuk melaksanakannya. Al-Qur'an memiliki berbagai sifat dan karakteristik. Salah satunya adalah kitab yang dijamin kredibilitasnya dari sudut pandang Muslim dan selalu terjaga oleh Allah.

Ulama besar modern Muhammad Hussain Thabathaba'iy mengatakan bahwa sejarah Al-Qur'an sangat jelas dan terbuka dari wahyu hingga saat ini. Karena telah dibaca oleh umat Islam dari zaman dahulu hingga sekarang, Al-Qur'an pada dasarnya tidak membutuhkan cerita untuk membuktikan kredibilitasnya. Karena kitab suci tersebut mengidentifikasi diri mereka sebagai Firman Tuhan dan membuktikannya dengan menantang semua orang untuk menulis apa adanya. (Quraish Shihab, 2006: 2122). Meskipun demikian, Mushaf Al-Qur'an yang ada di tangan kita hingga saat ini memiliki perjalanan yang panjang dan sulit dalam kurun waktu lebih dari 1400 tahun dan memiliki latar belakang sejarah yang panjang.

Ayat-ayat Al Qur'an seperti yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW secara bertahap selama sekitar 22 tahun. Atau tepatnya, menurut para ulama yaitu 2 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Yaitu sejak ia berusia 41 tahun hingga ia wafat pada usia 63 tahun. Ayat-ayat Al-Qur'an, yang diturunkan selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari tersebut silih berganti turun. Selama dalam masa tersebut Nabi SAW dan para sahabatnya dengan tekun mengajarkan Al-Qur'an dan membimbing umatnya. Dengan demikian, pada akhirnya, mereka berhasil membangun masyarakat yang di dalamnya terpadu antara ilmu dan iman, nur Ilahi dan hidayah-Nya, keadilan dan kemakmuran di bawa lindungan ridha' dan ampunan Allah.

Al-Qur'an merupakan satu paket kesatuan yang didalam ayat-ayatnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun proses turunnya wahyu yang berlangsung 22 tahun, 2 bulan, 22 hari inilah menunjukkan adanya hubungan Al-Qur'an dan kehidupan manusia dari realitas sosial, yaitu: antara teks, penerima wahyu pertama, dan objek realitas sosial. Dan itu tidak boleh diremehkan, apalagi diabaikan.

Yang dimaksud dengan kedekatan hubungan yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad bukan bermaksud untuk menghapus budaya yang ada, melainkan untuk mempersuntingnya dan menempatkan mereka pada posisi yang lebih prestisius dari sebelumnya. Wahyu yang pertama turun adalah 5 ayat pertama surah Al'Alaq (surah ke-96) di Gua Hira (terletak di Jabal Nur, beberapa kilometer di sebelah Utara Mekkah) pada malam Qadar, 17 Ramadhan 610 M, sedangkan ayat yang terakhir turun adalah ayat ketiga surah al-Maidah (surah ke-5), yang diterima oleh Nabi saw. di Padang Arafah pada tahun 632 M (9 Zulhijjah tahun ke-10 Hijrah). 

Al-Qur'an terdiri atas 114 surah dan 6236 ayat,19 yang saat turun pertama kali itu juga disebut 'yawum al-furqan', sebagai isyarat bahwa Al-Qur'an membawa ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang jelas, yang memberikan batas yang terang antara yang hak dan yang batil, yang salah dan yang benar, serta antara yang halal dan yang haram, QS. al-Anfal, 8:41.

Sejarah Pembukuan Al-Qur'an

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa dalam sejarah penulisan Al-Qur'an terdapat empat periode atau fase yaitu: pada periode Nabi Muhammad SAW, pada Periode Abu Bakar Shiddiq, pada periode Usman bin Affan dan periode/fase Pemberian titik dan baris pada Al Qur'an

Pertama, Penulisan Al-Qur'an di masa Rasulullah saw.

Pada zaman Rasulullah SAW, ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, ada beberapa orang yang ditugaskan untuk menulis Al Qur'an: Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga sering menuliskan wahyu, meskipun tidak diperintahkan. Media tulis yang digunakan pada saat itu adalah pelepah kurma, daun lontar, lempengan batu, daun lontar, kulit kayu atau daun, pelana, dan potongan tulang binatang.  

Saat itu, pengumpulan Al-Qur'an digelar dengan dua cara. Pertama, setiap kali Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, para sahabat langsung menghafalnya. Kedua: Al Jam'u fis Suthur, yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun.

Penulisan pada masa Rasulullah belum terkumpul menjadi satu mushaf disebabkan beberapa faktor, yaitu; Pertama, tidak adanya faktor pendorong untuk membukukan Al-Qur'an menjadi satu mushaf mengingat Rasulullah masih hidup, di samping banyaknya sahabat yang menghafal Al-Qur'an dan sama sekali tidak ada unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian Al-Qur'an. Kedua, Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur, maka suatu hal yang logis bila Al-Qur'an bisa dibukukan dalam satu mushaf setelah Nabi saw wafat. Ketiga, selama proses turunnya Al-Qur'an masih terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat Al-Qur'an mansukh. (Said Agil Husin Al Munawar, 2002: 18) 

Kedua: Penulisan Al-Qur'an di masa Abu Bakar As Shiddiq.

Pada masa kekhalifahan Ab Bakar, terjadilah kekacauan di kalangan umat Islam yang ditimbulkan oleh orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah Al-Kab. Hal ini mengakibatkan terjadinya perang Yammah yang terjadi pada tahun 12 H. Dalam peperangan tersebut, banyak sahabat penghafal al-Qur'an yang meninggal hingga mencapai 70 orang, bahkan dalam satu riwayat disebutkan 500 orang.

Pada masa Abu Bakar al-Kaliph, muncul kecemasan di kalangan umat Islam yang disebabkan oleh para rasul yang dipimpin oleh Musaylima Al-Shabu. Hal ini menyebabkan Pertempuran Yamamah pada 12H. Dalam perang, banyak sahabat penghafal Al-Qur'an meninggal hingga usia 70 tahun, dan 500 disebutkan dalam satu sejarah. Jumlah umat Muslim yang gugur saat berperang berjumlah sekitar 1.200 orang. Tragedi Yamamah menggerakkan Umar bin Khab dan meminta Khalifah Abu Bakar untuk segera mengumpulkan Al-Qur'an dan menuliskannya dalam mushaf. Umar khawatir Al-Qur'an lambat laun akan hilang seiring dengan meninggalnya penghafalnya.

Awalnya ia meragukan ide Umar. Secara jelas keraguan tersebut nampak ketika Abu Bakar berinteraksi dengan Umar ibn al-Khattab. Abu Bakar berkata "Bagaimana aku harus memperbuat sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?" seraya balik bertanya. "Demi Allah" Umar berkata, ini adalah perbuatan yang sangat baik dan terpuji (Usman, 2009: 69). Namun, Abu Bakar akhirnya menerimanya, dan kemudian memerintahkan Zad bin bit untuk segera mengumpulkan Al-Qur'an dan menulisnya dalam satu mushaf.

Perhatikan juga bahwa metode yang digunakan oleh Zaid bin Tsabit dalam mengumpulkan Al-Qur'an terdiri dari empat prinsip: Pertama, apa yang ditulis di hadapan Rasul. Kedua, apa yang dihafalkan oleh para sahabat. Ketiga, tidak menerima sesuatu dari yang ditulis sebelum disaksikan (disetujui) oleh dua orang saksi, bahwa ia pernah ditulis di hadapan Rasul. Keempat, hendaknya tidak menerima dari hafalan para sahabat kecuali apa yang telah mereka terima dari Rasulullah saw (Fahd Bin Abdurrahman ArRumi, 1999:117). Setelah kematian Abu Bakar, Mushaf ditempatkan secara ketat di bawah tanggung jawab Umaribn Khab sebagai khalifah kedua. Pada zaman Umar bin Khab, ia diperintahkan untuk menyalin mushaf ke dalam lembaran (ahifah).

Ketiga: Penulisan Al-Qur'an di masa Usman bin 'Affan

Pada masa pemerintahan Khalifah Ketiga Utsman Bin Afan, terjadi variasi pembacaan Al-Qur'an (Qira'at) yang disebabkan oleh perbedaan dialek (lahjah) antar suku dari daerah yang berbeda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman, sehingga ia mengambil kebijakan membuat sebuah mushaf standar (salinan naskah Hafsah) ditulis dengan baku. Standar ini, yang kemudian dikenal sebagai cara penulisan (rasam) Utsmani digunakan sampai sekarang.

Dengan standarisasi ini, semua mushaf yang menyimpang dari standar yang telah ditetapkan dan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan cara ini, Utsman berhasil mencegah potensi bahaya konflik di masa depan antara umat Islam atas membaca dan menulis Alquran. Naskah itu kemudian disempurnakan pada tahun 1933 oleh dua pejabat Umayyah, Ibn Muqlah dan Ibn 'Isa, dengan bantuan Ibn Mujahid. Ibn Mujahid mengenali adanya tujuh corak pembacaan Al-Qur'an, yang berkembang karena tidak adanya huruf vokal dan tanda baca. (Philip K. Ditemukan 2005 2005 155).

Al-Qur'an sangat beragam dan kaya akan bacaan dan maknanya. Namun, menurut kebijakan politik khalifah Utsman, Al-Qur'an tersedia dalam bentuk tunggal. Ini adalah Al-Qur'an versi mushaf Utsmaniyah. Inilah Mushaf yang dianggap paling sah dan benar hingga saat ini. Tentu saja, dari sudut pandang para khalifah saat itu, yang memiliki inisiatif dan kewenangan untuk membukukannya, itu sah dan pantas. Dari sudut pandang ini, munculnya Utsman sebagai mushaf resmi umat Islam adalah hasil dari interpretasi, dari hasil seleksi, penghapusan dan proses tambahan dari berbagai naskah yang berkembang saat itu. Ignaz Goldziher, 2006:X)

Keempat: fase Pemberian titik dan baris pada Al-Qur'an 

Dalam beberapa referensi diutarakan bahwa yang pertama kali memperoleh ide pemberian tanda bacaan terhadap mushaf Al-Qur'an adalah Ziyad bin Abihi. Beliau adalah seorang gubernur yang diangkat oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan r.a. untuk wilayah Bashrah (45-53 H). Kisah munculnya ide itu dimulai ketika Mu'awiyah menulis surat kepadanya agar mengutus putranya, 'Ubaidullah, untuk bertemu Mu'awiyah. Ketika 'Ubaidullah datang menemuinya, Mu'awiyah kaget melihat bahwa anak muda itu telah berbuat banyak al-lahn dalam pembicaraannya. Mu'awiyah pun mengirimkan surat teguran kepada Ziyad atas peristiwa itu. Tanpa buang waktu, Ziyad pun menulis surat kepada Abu al-Aswad al-Du'aly. 

Pertama: Mu'awiyah bin Abi Sofyan memberikan tugas kepada Abul Asad Ad-dualy untuk memberikan tanda bacaan (I'rab) di setiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan dalam membaca. 

Kedua: Abdul Malik bin Marwan memberikan tugas kepada Al Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan tanda titik sebagai pembeda antara huruf yang satu dengan huruf yang lain (Baa'; dengan satu titik di bawah, Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga titik di atas). Saat itu Al Hajjaj meminta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim dan Hay bin Ya'mar. 

Ketiga: Arah Peletakan baris atau tanda baca (i'rab) seperti: Dhammah, Fathah, Kasrah dan Sukun, mengikuti arah pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy. 

Hikmah Diturunkannya Al-Quran Secara Berangsur-angsur

Al-Qur'an yang menjadi kalam Allah diturunkan dari Malaikat Jibril sampai Nabi Muhammad secara bertahap sekitar 22 tahun 2 bulan 22 hari. Penurunan bertahap ini karena Al-Qur'an lebih besar dari buku-buku lain yang sebelumnya diwahyukan oleh Allah. Beberapa hikmah Al-Qur'an menurunkannya secara bertahap adalah sebagai berikut. 

1. Meneguhkan jiwa Nabi Muhammad 

Pasti sesuatu yang dipelajari dan diintegrasikan sedikit demi sedikit lebih efektif daripada ajaran yang diterima semua sekaligus. Begitulah Al-Qur'an, ayat demi ayat hampir setiap hari dibawa ke Nabi Muhammad oleh Jibril. Setiap ayat yang diberikan Jibril membawa ajaran dan persoalan baru kepada Nabi dimana berisi bekal dan bimbingan untuk mengatasi masalah umat. 

2. Memuliakan Nabi dan menunjukkan sifat lemah lembut kepada beliau

Allah baik padanya. Ada rahasia ilahi dalam pemberian ayat Al-Quran secara berangsur-angsur. Jika Al-Quran digambarkan oleh Allah sebagai `qawulan tsaqla` (perkataan/wahyu yang kompleks) turun sekaligus, tentunya jiwa Nabi Saw. tidak cukup kuat menerimanya. Sebab ayat yang turun dari waktu ke waktu begitu besar dan dahsyat isi maknanya, terutama ayat-ayat yang mengungkapkan masalah penyiksaan. 

3. Agar dapat berangsur-angsur menetapkan hukum 

Hal ini jelas bagi mereka yang menelusuri sejarah pensyari'atan hukum Islam pada zaman Nabi Muhammad. Pada hal itulah letak Syariah Islam karena bangsa yang ingin dirubah oleh Nabi kala itu bukan bangsa yang lemah lembut dan suka terhadap reformasi. Sebaliknya, bangsa itu adalah bangsa yang keras kepala dan telah mewarisi sifat penyembahan berhala secara turun-temurun dan telah berakar kuat di dalam sanubari mereka. Bangsa inilah yang menjadi bangsa secara bertahap hendak diairi jiwanya dengan sinar Ilahi. 

Tentu saja untuk menanamkan dan memantapkan aqidah tauhid tersebut secara terintegrasi membutuhkan waktu yang lama. Memang, cara Nabi mengubah karakter bangsa Arab telah sesuai dengan yang digariskan oleh Allah swt. 

4. Untuk mempermudah menghafal Al-Quran

Dengan cara Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, bagi umat Islam pada masa Nabi juga ada faedahnya, yaitu memudahkan menghafalnya. Khususnya bagi para sahabat yang mengikuti dari dekat turunnya ayat demi ayat dari malaikat Jibril.

5. Sebagai koreksi terhadap kesalahan-kesalahan atau mengikuti peristiwa-peristiwa pada waktu terjadinya

Sering kali umat Islam menghadapi persoalan kemasyarakatan maupun keagamaan. Pedomannya dari wahyu yang turun adalah solusi dari peristiwa atau masalah. Jadi, terdapat masalah dahulu, lalu wahyu turun untuk menjelaskan bagaimana jalan keluarnya. Selain itu, ada pula wahyu yang turun dengan tujuan untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh sahabat nabi dengan maksud hal yang serupa tidak akan terulang lagi dan akan menjadi pedoman bagi umat sepanjang masa.

6. Sebagai bukti bahwa firman yang diucapkan nabi Muhammad berasal dari Allah

Al-Qur'an yang para umat Islam baca dari awal sampai akhir merupakan rangkaian firman yang tak mungkin diciptakan oleh manusia, termasuk Nabi Muhammad sendiri, juga oleh Jibril atau makhluk apapun. Hal ini karena begitu halus susunan kalimat-kalimatnya, begitu indah uslubnya, begitu kuat hubungan makna dan lafalnya satu sama lain, serta saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Mulai dari penggunaan huruf alif sampai ya' sebagai huruf terakhir, semuanya mengandung i'jaz, sehingga ia merupakan suatu rangkaian yang menakjubkan dan tidak bisa diputus-putus.

Dengan demikian, Al-Quran yang disebutkan di atas berbeda secara mutlak dengan kalimat-kalimat pada berbagai bentuk karya tulis buatan manusia pada masa itu, sekarang, maupun yang akan datang. Begitu kitab suci turun, Nabi Muhammad langsung memerintahkan kepada sahabat supaya ayat itu harus diingat dan dituliskan di tempat atau ditulis dengan urutan yang ditentukan oleh Allah swt. dengan cara Tawuqifi. Tidak ada yang mengganggu atau mencampuri pengaturan urutan ayat itu, meskipun pada awalnya belum diatur secara terorganisir seperti sekarang ini.

Dari hal yang telah dibahas di atas, dapat disimpulkan Al-Qur'an adalah kitab Allah, dasar Syariah dan sumber dari semua sumber hukum Islam. Al-Qur'an merupakan satu paket kesatuan yang didalam ayat-ayatnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, namun proses turunnya wahyu yang berlangsung 22 tahun, 2 bulan, 22 hari inilah menunjukkan adanya hubungan Al-Qur'an dan kehidupan manusia dari realitas sosial. Sejarah pembukuan Al-Quran dimulai dari penulisan Al-Qur'an di masa Rasulullah saw., kedua: Penulisan Al-Qur'an di masa Abu Bakar As Shiddiq., ketiga: Penulisan Al-Qur'an di masa Usman bin 'Affan, dan yang terakhir atau keempat: fase Pemberian titik dan baris pada Al-Qur'an. Al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur ini memiliki hikmah mulai dari meneguhkan jiwa Nabi Muhammad, agar dapat berangsur-angsur menetapkan hukum, hingga menjadi bukti bahwa firman yang diucapkan nabi Muhammad berasal dari Allah. 

Referensi :

Al-Khatib, Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj Sholikhah, Lavinatus.dkk. 2020. Sejarah Kodifikasi Al-Qur'an Mushaf Uthmani. Jurnal Ilmu Al-Qur'an, Tafsir dan Pemikiran Islam. Volume 1, Nomor 2.

Khaeroni, Cahaya. 2017. Sejarah Al-Qur'an (Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif tentang Sejarah Kodifikasi Al-Qur'an). Jurnal HISTORIA. Volume 5, Nomor 2.

Mardan. (2010). Al-Qur'an: Sebuah Pengantar Memahaninya Secara Utuh. Jakarta, Indonesia: Pustaka Mapan.

Said Agil Husin Al Munawar. (2002). Al-Qur'an; Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun