Buku-buku bacaan ini dipinjamkan oleh perpustakaan sekolah. Mereka menghabiskan berminggu-minggu untuk membahas buku ini. Sekali lagi, karena beban kurikulum tidak terlalu berat.
Saya membayangkan anak-anak kita membaca buku-buku young adult dan berdiskusi tentang persahabatan, perundungan, jati diri, kekerasan saat pacaran, atau tema lebih berat lagi, misalnya kehamilan pada remaja seperti dari novel Dark Love karya Ken Terate.
Saya membayangkan Kemendikbud membeli banyak novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan, sastrawan yang masuk nominasi The Man Booker International Prize 2016, dan mendistribusikannya ke perpustakaan sekolah-sekolah.
Saya miris ketika suatu kali Eka membuat status di media sosialnya, bahwa buku-bukunya akan dibeli dan diedarkan ke sekolah-sekolah, tapi oleh pemerintah Korea Selatan.
SUMBER DAYA UNTUK ORANG TUA DAN GURU
Yang terakhir, Kemdikbud bisa membantu orang tua dan guru dengan memberi resources untuk mereka. Dengan bantuan ini, orang tua dan guru akan bisa membantu anak-anak membaca untuk kesenangan dan juga memahami bacaan.
Buat lah pelatihan membacakan nyaring (read aloud), seperti yang sudah dilakukan oleh aktivis literasi Roosie Setiawan dan teman-teman. Beri pelatihan seperti ini dalam skala yang lebih masif.
Buat lah video tutorial untuk memandu anak-anak mendiskusikan bacaan. Dari memahami bacaan, anak-anak bisa belajar empati, mempunyai kehalusan hati dan ketajaman berpikir.
Saya tahu ide-ide saya ini tidak orisinal, mungkin banyak orang yang sudah memikirkannya atau malah sudah melakukannya, dalam skala kecil.
Tapi ayo, Mas Menteri bisa menyatukan riak-riak kecil ini menjadi ombak besar yang mencapai seluruh tanah air, yang akan membuat anak-anak Indonesia gemar membaca untuk kesenangan.
Bukan demi nilai, bukan demi sertifikat, tapi karena anak-anak menemukan hatinya menghangat, imajinasinya mengembara, dan pikirannya tergelitik ketika sedang asyik dengan bacaan yang bagus.