Mohon tunggu...
Ade Kumalasari
Ade Kumalasari Mohon Tunggu... Editor - Student at Goethe Universität

I-want-to-go-around-the-world-in-80-days Sagittarius | Write from Frankfurt am Main, Germany. http://www.travelingprecils.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mas Menteri, Tolong Kampanyekan Membaca untuk Kesenangan

5 Desember 2019   04:29 Diperbarui: 5 Desember 2019   11:08 2355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu anak di Dusun Tangga, Desa Selengen, Lombok Utara tampak membaca buku yang baru didapatnya.(KOMPAS.com/ Karnia Septia)

Di Australia, Anindya masih dibacakan nyaring oleh gurunya hingga kelas 4 SD. Di kelas 2, guru kelas membacakan buku-buku Roald Dahl setiap kali pelajaran bahasa. 

Dalam satu tahun ajaran, anak-anak bisa selesai (mendengarkan) beberapa buku Roald Dahl, yang juga dipakai untuk menambah kosakata, dan mengenali karakter.

Di kelas 3, guru tidak membacakan di kelas, tapi sering melakukan kunjungan ke perpustakaan sekolah, dan mendampingi anak-anak memilih bacaan yang sesuai minatnya.

Di kelas 4, guru kelas Anindya mulai membacakan serial Harry Potter. Anindya yang waktu itu sedang turun semangat membacanya, karena dia mulai suka menonton serial televisi, menjadi penasaran dengan Harry Potter, dan mulai membaca sendiri. 

Beberapa temannya yang lain juga memutuskan untuk membaca sendiri di rumah karena tidak tahan hanya mendapat asupan satu halaman per hari.

Mengapa guru-guru SD di Australia bisa melakukan ini? Setahu saya karena kurikulumnya tidak terlalu berat, tidak memaksa untuk mempelajari semuanya, tapi hanya sedikit-sedikit. 

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah di luar negeri yang saya tahu (Australia dan Jerman) biasanya sederhana, tapi guru bisa leluasa untuk memperdalam keterampilan anak-anak di topik tersebut. Jadi mereka punya kemewahan untuk bersenang-senang dengan buku bacaan.

Di Jerman, saya tidak menemukan reading challenge, tapi budaya membaca di sini tergolong cukup tinggi. Anak-anak usia SD senang membaca, mereka tidak diberi gawai oleh orang tuanya.

Toko buku di sini masih ramai, orang-orang masih membaca buku kertas. Industri buku juga maju, dan kota Frankfurt adalah penyelenggara Book Fair terbesar di dunia.

Di sekolah menengah (Gymnasium) Anindya yang sekarang, di pelajaran bahasa Inggris kelas 11 (yang merupakan bahasa asing di Jerman), siswa diberi pilihan untuk membaca 1 dari 4 buku. Pilihannya antara lain Looking for Alaska, 13 Reasons Why, dan Perk of Being A Wallflower. 

Anak-anak tadinya memilih dua buku terakhir, tapi karena mereka merasa tema 13 Reasons Why terlalu berat (tentang suicide), akhirnya mereka memutuskan membaca buku Perks of Being A Wallflower. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun