2. Sukarela (Voluntary)
Probono bersifat sukarela, dalam arti seorang advokat dapat memilih kasus-kasus yang akan dikerjakannya sesuai dengan hati nurani, keahlian dan alasan-lasan yang dibenarkan. Namun, walau bersifat sukarela, organisasi advokat dapat menentukan batas minimal pemberian kerja probono di setiap tahunnya. American Bar Association (ABA) menetapkan minimal 50 jam kerja setiap tahunnya, sementara New York Bar Association menentukan minimal 20 jam kerja setiap tahunnya. Dan nampaknya Peradi mengacu pada ABA yang menganjurkan 50 jam kerja setiap tahunnya.[iv]
3. Cuma-Cuma (Free of Charge)
Untuk melaksanakan probono, Advokat melakukannya dengan cuma-cuma. Sering muncul pertanyaan, apakah cuma-cuma disini adalah hanya untuk honorarium saja ? seperti kita ketahui minimal terdapat 6 komponen dalam menggunakan jasa Advokat yaitu : (1) biaya jasa/honorarium advokat; (2) biaya transport; (3) biaya akomodasi; (4) biaya perkara; (5) biaya sidang dan (6) biaya kemenangan perkara (success fee) yang besarnya antara 5-20 persen[v]. Untuk probono, seluruh komponen tersebut, harus gratis. Pengacara baru dapat meminta pergantian biaya untuk salah satu komponen dalam konteks konsep “legal aid”. Untuk probono, semuanya gratis.
4. Untuk Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan (Underrepresented and Vulnerable)
Kurang terwakili dapat diartikan mereka yang marginal. Sedangkan kelompok rentan, merujuk pada UU HAM adalah kelompok yang karena kondisi sosial budaya memiliki hambatan, seperti perempuan, anak, kelompok difable dan masyarakat adat. Sasaran ini bisa dilihat dari definisi pencari keadilan dalam Peraturan Peradi yaitu “orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu, termasuk kelompok lemah secara sosial politik, sehingga kesempatannya untuk mendapatkan bantuan hukum tidak sama dengan anggota masyarakat lainnya”. Dan secara khusus, Peraturan Peradi memberikan afirmative untuk memberikan bantuan hukum seluas-luasnya kepada perempuan, anak-anak,buruh migran, dan masyarakat adat dan korban pelanggaran HAM berat. Dari elemen ini, maka kita tidak dapat mengatakan bahwa seorang Advokat memberikan layanan probono pada seorang pesohor untuk kasus narkoba atau perkelahian.
Dari empat elemen dasar tersebut, apa bedanya dengan legal aid ? para fellow yang umumnya bekerja di NGO dengan rentang issue yang beragam, menyatakan bahwa empat elemen dasar tersebut adalah “legal aid”. Melalui proses diskusi yang cukup panjang, ternyata penerapan istilah tersebut tidaklah tepat. Legal aid merujuk pada pengertian “state subsidized”, pelayanan hukum yang dibiayai atau disubsidi oleh negara.
Untuk menentukan apakah itu probono atau legal aid, para narasumber memberikan setidaknya dua pertanyaan dasar sebagai alat test, yaitu :
- Apakah pelayanan hukum diberikan secara cuma-cuma ?
- Apakah kalian mendapatkan subsidi/gaji dari negara untuk menangi kasus ?
Semuanya menjawab bahwa pelayanan hukum yang diberikan adalah cuma-cuma, dalam artian tidak membebankan biaya kepada pencari keadilan, dan mendapatkan gaji dari organisasi/NGO yang bersumber dari lembaga donor/NGO Internasional, yang dananya bisa saja berasal dari lawfirm internasional.
“That’s probono !” Ed Rekosh menjawabnya pasti sambil tersenyum.
Keduanya, baik Probono dan Legal Aid, merupakan strategi untuk memberikan pelayanan hukum (legal services) bagi kepentingan publik. Pekerjaan probono bukanlah penganti dari sistem bantuan hukum yang dibangun negara, tetapi ikut mendukungnya, khususnya untuk kalangan yang tidak terjangkau layanan hukum negara. Pada umumnya, layanan hukum lebih banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat sipil. Namun, negara tetap memiliki kewajiban konstitusi untuk membangun sistem bantuan hukumnya. Maka, kemudian dapat aku dapat memahami ketika seseorang mendengar kata “Legal Aid Institute”, sebagian berasumsi bahwa pelayanan hukum yang diberikan mendapatkan subsidi pembiayaan dari negara.