"Sip, nanti ku-SMS lagi biar ingat. Tolong ya Tar..."
 "Oke..."
 "Oh iya, kalau bawa pak Soni pelan-pelan ya Tar..."
 "Sip"
 "Makasi banyak Tar. Udah dulu ya..."
 "Yoi"
 Syukurlah Tarmizi bersedia. Dan sekarang Aku harus menunggu di beranda rumah yang rasanya angker ini...
 ***
 Sudah 30 menit Aku menunggu, bosan juga tak bisa apa-apa selain main HP. Aku berdiri dari kursi dan meregangkan badan. Kupandangi sekeliling taman di hadapanku. Cukup luas tamannya, tapi sayang tak terurus. Mungkin karena itu terlihat angker. Pagar terali yang dilapisi fiber glass membuat rumah ini tertutup dari pandangan luar, semakin menambah angker. Aku merasa sendiri di beranda rumah ini dengan tamannya yang luas. Dan Aku terkejut ketika melihat sesuatu di pojok taman. Di tempat sampah itu terlihat gulungan plastik bekas garis polisi! Pasti rumah ini pernah jadi TKP! Tindak kriminal apa yang pernah terjadi di rumah ini?
 Aku makin penasaran, kemudian berjalan ke garasi dan melihat ke arah pintu samping, tempat sang wartawan memasuki rumah. Kulihat lebih dekat, wartawan itu tampak bicara dengan seorang ibu-ibu. Bagiku mereka tampak seperti sedang curhat, bukan wawancara. Mata ibu itu berair, sementara si wartawan berusaha menenangkannya. Aku semakin ngeri waktu ibu itu menatapku, matanya seakan menyembunyikan sesuatu yang menakutkan.
 "Sebentar lagi ya mas, tunggu aja di depan!" kata wartawan itu sambil memberi isyarat dengan tangan, agar Aku menjauh dan tak mengganggu tugasnya.