Mohon tunggu...
Adam Fajar Putra Yogi
Adam Fajar Putra Yogi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

independen.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Resensi Buku "Mengadvokasi Hak Sipil Politik"

5 Januari 2021   21:09 Diperbarui: 5 Januari 2021   21:28 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik perizinan adalah salah satu control penguasa terhadap kegiatan-kagiatan masyarakat. Izin dipakai sebagai alat untuk menghalangi kelompok tertentu, terutama yang berbeda pandangan dengan penguasa dan juga sebagai alat pemangkas atau menyeleksi kegiatan maupun kelompok yang tidak disukai oleh penguasa. Telah lama kalangan aktivis HAM mengusulkan UU No. 11/PNPS/1963 tentang Kegiatan Subversi dicabut karena ada yang berpendapat UU ini mengebiri HAM atau tak sesuai dengan cita-cita demokrasi. 

Lahirnya UU Subversi lebih ditujukan untuk mencegah tidakan subversive yang dilakukan oleh kelompok tertentu. Tetapi kebanyakan ditujukan kepada orang-orang yang berbeda pendapat dengan penguasa. Tidak ada alasan yang sahih UU Subversi tetap dipertahankan. Mempertahankannya hanyalah praktik yang tidak menjunjung nilai HAM. 

Sejatinya hukum dibuat bukan untuk mematikan perbedaan pendapat, melainkan dibuat untuk membuka peluang bagi perkembangan aktivitasnya. Merealisasikan system pengupahan yang lebih mencerminkan keadilan dan pemerataan hanya mungkin terlaksana bilamana kebijakan diproyeksikan secara mendasar bagi peningkatan kesejahteraan dan upah yang layak. Kesulitan-kesulitan memenuhi kebutuhan itulah yang terpaksa diekspresikan buruh untuk merealisasi hak mogoknya. 

Aksi mogok yang dilakukan buruh akan berarti terhentinya produksi dan melumpuhkan target yang ingin dicapai perusahaan. Pekerja upah dan pengusaha kendatinya saling membutuhkan, pada dasarnya para pekerja mengeluarkan tenaga untuk menciptakan komoditas jasa pelayanan untuk mendapatkan upah, sedangkan pengusaha untuk mencari laba. 

Berlakunya UU Subversi mengakibatkan praktik berbeda pendapat dengan penguasa dianggap sebagai tindakan subversi. Dalam kerangka membangun hukum modern yang sejalan dengan perkembangan masyarakat yang menghormati HAM, penggunaan UU Subversi serta regulasi lain yang bertentangan dengan HAM harus ditanggalkan dan dicabut. 

Dengan menghormati hak berdemokrasi pada masa Demokrasi Parlementer, warga masyarakat ikut ambil bagian dalam kegiatan politik sehingga pemerintah saat itu tidak dapat bertindak sewenang-wenangnyya jika tidak ingin dijatuhkan oleh kekuatan rakyat atau parlemen. Namun pada masa Demokrasi Terpimpin, tekanan politik penguasa terhadap hak berorganisasi mulai dirasakan. Kendati begitu, partisipasi massa tetap bisa disalurkan melalui partai dan organisasi. Keamanan dalam negeri terus dikendalikan sepenuhnya agar tak sampai timbul oposisi.

Bagian III (Konflik Massa dan Komunal)

Masyarakat Indonesia terus mengalami perkembangan yang semakin kompleks. Melimpahnya "uang minyak" bukanlah jaminan untuk masyarakat yang sejahtera. Pemerosotan ekonomi di tengah kemiskinan massal dan terhambatnya perluasan partisipasi rakyat dalam mengorganisasi diri adalah pertanda bahwa mereka yang stres tak lagi punya pilihan lain dalam mengartikulasikan kepentingannya. Tumbuhnya masyarakat yang stress adalah akar yang memungkinkan timbulnya praktik-praktik kekerasan maupun kerusuhan. Maraknya kasus unjuk rasa dan perusakan yang dilakukan massa, pertama-tama, mesti ditengok sebagai cermin dari ketidakpuasan masyarakat yang menggelembung dan kian terasa. 

Aksi kekerasan massa tidak dapat semata-mata dilihat dalam kacamata tindakan melawan hukum, namun secara jernih dan jujur mesti ada tindakan berani untuk mengusut akar ketidakadilan yang menimpa masyarakat tersebut. Kerusuhan berarti situasi yang mengganggu keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Karena massa yang melampiaskan kemarahannya akan mencoba mendobrak apa yang menghalanginya. 

Tetapi kerusuhan bisa juga terjadi tanpa mesti ditunggangi atau direkayasa. Terjadi begitu saja secara mendadak dan spontan. Demo adalah sebuah cara dalam menampilkan ketidakpuasan politik atau social. Masyarakat Indonesia sejak awal berdirinya telah memandang demo sebagai salah satu cara ekstraparlementer. 

Artinya, meja parlemen bukalah satu-satunya wadah untuk mengembangkan kehidupan politik. Partisipasi politik merupakan hal yang sangat penting. Partisipasi politik, bukan mobilisasi (politik) massa. Dalam "partisipasi" politik terkandung pengertian yang rasional, sedangkan mobilisasi bersifat emosional. Untuk mencegah masyarakat melakukan aksi yang destruktif kuncinya adalah organisasi. Karena dengan organisasi massa memiliki arah dan tujuan yang jelas yang hendak dicapai bersama. Bagi massa yang terorganisasi, aksi-aksi kerusuhan sama saja memenggal aspirasi dan kepentingan yang mereka perjuangkan. Mereka sadar bahwa kerusuhan justru akan menghilangkan arah dan tujuan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun