Dengan melihat hadis qudsi ini bisa diambil kesimpulan bahwa treatment Tuhan kepada kita itu tergantung pikiran kita akan-Nya. Oleh karenanya sangat jelas terlihat pentingnya selalu berfikir positif, bedanya jika di dalam Islam selain berpikir positif dalam hal apapun juga selalu berfikir positif tentang Tuhan. Meskipun hadis qudsi ini kontennya berbicara tentang Tuhan namun bisa juga dimaksudkan secara umum.
Hal tersebut dapat kita hubungkan dengan konsep ataupun prinsip stoikisme terkait dengan pengendalian pikiran, membentuk prasangka positif, dan menciptakan ketenangan jiwa melalui ingatan terhadap Tuhan.
Stoikisme mengajarkan pentingnya mengendalikan pikiran dan membentuk prasangka positif terhadap kejadian atau situasi. Hadits ini mencerminkan konsep bahwa Allah hadir sesuai dengan prasangka atau keyakinan yang dimiliki oleh hamba-Nya. Dengan demikian, membentuk prasangka positif terhadap Allah dapat menciptakan pikiran yang lebih positif. Stoikisme menekankan pentingnya ketenangan jiwa melalui penerimaan takdir dan kebijaksanaan. Hadits ini menunjukkan bahwa Allah hadir ketika hamba-Nya mengingat-Nya, menciptakan suasana ketenangan jiwa melalui keterhubungan spiritual dengan Tuhan.
Kesabaran
Hadis pertama adalah:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصّبْرُ عِنْدَ أَوَّلِ صَدْمَةٍ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Tsabit berkata, Aku mendengar Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah pernah bersabda, ‘Sabar itu ada pada saat pertama kali terbentur musibah’.”
Hadis yang kedua adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَا أَجِدُ لَكُمْ رِزْقًا أَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Sa’d berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Aslam dari ‘Atho’ bin Yasar dari Abu Sa’id Al–Khudri, ia berkata, aku mendengar Rasululah saw. bersabda, ‘Barang siapa berusaha untuk sabar maka Allah akan menjadikannya sabar, barang siapa berusaha untuk kaya maka Allah akan mengkayakannya, barang siapa menjaga diri maka Allah akan memelihara dirinya, dan aku tidak mendapati untuk kalian rezeki yang lebih lapang daripada sabar’.”
Dari dua hadis di atas, terdapat satu kesamaan dengan prinsip-prinsip stoikisme. Kesamaan pertama adalah dalam hal kesabaran. Kesabaran juga dapat dianggap sebagai nilai atau sikap untuk menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit tanpa mengeluh. Kemampuan untuk bersabar juga dipandang sebagai kontrol diri yang tinggi, mencerminkan ketangguhan jiwa individu yang memilikinya.