Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menanam Bakau Menyemai Kearifan Lokal

7 Mei 2023   15:59 Diperbarui: 7 Mei 2023   16:06 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, kearifan lokal tidak terbatas pada nilai-nilai tradisi dan budaya saja. Ia bisa bersifat lebih substansial karena memiliki hubungan resiprokal dengan pembentukan karakter siswa. Bagaimana penjelasannya?

Pelajar Pancasila mengimplementasikan rasa syukurnya sebagai bentuk iman kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui tindakan nyata menjaga kelestarian lingkungan dusun mereka. Bentuk syukur mereka konkret dan memberi manfaat pada kehidupan.

Siswa yang mengenali "kebinekaan" ragam hayati dan hewani, mempelajari anugerah potensi khas dusun mereka, lalu mengerjakan tindakan nyata menjaga keseimbangan lingkungan, sesungguhnya tengah melakukan internalisasi nilai-nilai berkebinekaan global.

Mereka tidak terutama belajar berkebinekaan global secara konseptual teoritis, melainkan langsung berinteraksi dengan "kebinekaan" komponen-komponen pembentuk lingkungan itu sendiri.

Ketika siswa SD Harapan Bajulmati menanam bakau, para guru tidak lagi berceramah tentang teori gotong royong. Siswa mengerjakan sekaligus mengalami sendiri bekerja secara gotong royong. 

Pengalaman itu memang tidak seketika dapat dirumuskan. Namun, mendengarkan penjelasan guru tentang "teori gotong royong" pasti berbeda dengan "mengalami gotong royong". Momentum pengalaman bergotong royong akan menjadi long term memory.

Bagaimana dengan kreativitas dan bernalar kritis? Celoteh para siswa ketika menyusuri sungai, pertanyaan-pertanyaan yang muncul secara spontan, obrolan interaktif bersama guru pendamping merupakan letupan-letupan kreativitas dan nalar kritis khas anak-anak.

Kreativitas dan nalar kritis tidak dapat dibentuk secara instan. Atmosfer belajar yang aman mengamankan, sikap menghargai pertanyaan dan jawaban secara menyenangkan, serta kepekaan guru mengayomi siswa akan memantik kreativitas dan nalar kritis.

Ketika kreativitas dan nalar kritis menjadi gaya dan tradisi berpikir, kemandirian siswa pelan namun pasti akan tumbuh. Bukankah kreativitas adalah outcome alamiah dari pengalaman belajar yang autentik dan memanusiakan manusia? 

Tidak hanya itu. Potensi minat, bakat, dan talenta siswa akan tampak karena iklim dan atmosfer belajar berlangsung secara compatible dengan fitrah kemanusiaan mereka.[]

Salam hangat dari para pengabdi pendidikan di Dusun Bajulmati,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun