Jadi, kearifan lokal tidak terbatas pada nilai-nilai tradisi dan budaya saja. Ia bisa bersifat lebih substansial karena memiliki hubungan resiprokal dengan pembentukan karakter siswa. Bagaimana penjelasannya?
Pelajar Pancasila mengimplementasikan rasa syukurnya sebagai bentuk iman kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui tindakan nyata menjaga kelestarian lingkungan dusun mereka. Bentuk syukur mereka konkret dan memberi manfaat pada kehidupan.
Siswa yang mengenali "kebinekaan" ragam hayati dan hewani, mempelajari anugerah potensi khas dusun mereka, lalu mengerjakan tindakan nyata menjaga keseimbangan lingkungan, sesungguhnya tengah melakukan internalisasi nilai-nilai berkebinekaan global.
Mereka tidak terutama belajar berkebinekaan global secara konseptual teoritis, melainkan langsung berinteraksi dengan "kebinekaan" komponen-komponen pembentuk lingkungan itu sendiri.
Ketika siswa SD Harapan Bajulmati menanam bakau, para guru tidak lagi berceramah tentang teori gotong royong. Siswa mengerjakan sekaligus mengalami sendiri bekerja secara gotong royong.Â
Pengalaman itu memang tidak seketika dapat dirumuskan. Namun, mendengarkan penjelasan guru tentang "teori gotong royong" pasti berbeda dengan "mengalami gotong royong". Momentum pengalaman bergotong royong akan menjadi long term memory.
Bagaimana dengan kreativitas dan bernalar kritis? Celoteh para siswa ketika menyusuri sungai, pertanyaan-pertanyaan yang muncul secara spontan, obrolan interaktif bersama guru pendamping merupakan letupan-letupan kreativitas dan nalar kritis khas anak-anak.
Kreativitas dan nalar kritis tidak dapat dibentuk secara instan. Atmosfer belajar yang aman mengamankan, sikap menghargai pertanyaan dan jawaban secara menyenangkan, serta kepekaan guru mengayomi siswa akan memantik kreativitas dan nalar kritis.
Ketika kreativitas dan nalar kritis menjadi gaya dan tradisi berpikir, kemandirian siswa pelan namun pasti akan tumbuh. Bukankah kreativitas adalah outcome alamiah dari pengalaman belajar yang autentik dan memanusiakan manusia?Â
Tidak hanya itu. Potensi minat, bakat, dan talenta siswa akan tampak karena iklim dan atmosfer belajar berlangsung secara compatible dengan fitrah kemanusiaan mereka.[]
Salam hangat dari para pengabdi pendidikan di Dusun Bajulmati,