Setelah menyimak penjelasan tentang manfaat pohon bakau bagi lingkungan, kini saatnya para siswa  melakukan aksi nyata menanam bakau. Tak ayal suara anak-anak kembali pecah. Antusiasme mereka menerbitkan optimisme bahwa kegiatan belajar dapat berlangsung di lingkungan terdekat---dan semua itu tanpa perlu biaya yang mahal.
Wajah anak-anak mulai berkeringat. Seorang siswa mengusap peluh di dahinya dengan tangan yang belepotan lumpur. Beberapa kelompok telah menyelesaikan tugas mereka. Tertancap bibit tanaman bakau dari tangan anak-anak dusun Bajulmati.Â
"Tiga bulan lagi kita akan menengok tanaman-tanaman ini untuk merawatnya," ungkap Pak Izar.
Perahu mereka kembali menyusuri sungai Bajulmati. Tujuannya adalah muara sungai yang berbatasan dengan bibir pantai Ungapan. Di sana para orangtua telah menyiapkan makan siang.
Sorot mata Pak Izar dan guru-guru pendamping tidak menunjukkan rasa lelah. Wajah mereka melukis kebahagiaan. Ketulusan pengabdian melayani pendidikan anak-anak dusun sungguh tidak dapat dinilai dengan besarnya rupiah. Gaji mereka---itu pun kalau digaji---tidak sebanyak tunjangan sertifikasi yang diterima oleh sebagian besar guru di Indonesia.
Ini cerita bukan tentang romantisisme pengabdian, melainkan tentang mindset dan keteguhan hati untuk saling berbagi. Mindset dan keteguhan hati berada pada wilayah "kesadaran pendidikan"---yang setiap guru seyogianya menyadari sepenuh-penuhnya demi masa depan siswa.
Belajar Kearifan Lokal secara Kontekstual
Kurikulum boleh berganti atau mengalami perubahan: Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, hingga Kurikulum Merdeka Belajar. Setiap perubahan itu membutuhkan "kesadaran pendidikan" dari stakeholder, orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Tanpa "kesadaran pendidikan" perubahan kurikulum akan tampak ideal dan indah pada lingkup konseptual saja.
Kita bercermin kepada para pengabdi pendidikan di dusun-dusun sunyi. Praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka tidak harus dalam kegiatan yang mahal atau mewah. Kegiatan boleh sederhana asalkan berangkat dari kebutuhan esensial siswa di setiap satuan pendidikan. Seyogianya kegiatan tersebut memiliki nilai manfaat bagi lingkungan di mana satuan pendidikan berada.
Oleh karena itu, Profil Pelajar Pancasila adalah figur pembelajar yang memiliki akar kesadaran yang kuat terhadap nilai sejarah, budaya, serta proyeksi masa depan dusun atau desanya. Pelajar Pancasila adalah siswa-siswa yang mengerti sangkan paran tanah air tempat ia dilahirkan. Inilah benih cinta tanah air dan rasa nasionalisme yang sesungguhnya.