Biasanya saat kembali ke pesantren santri diantar oleh orangtua dan keluarga.Â
Kebiasaan ini tampaknya tengah dikaji ulang. Orangtua dan keluarga dilarang ikut serta. Santri akan dijemput oleh armada yang ditunjuk pesantren di lokasi yang ditentukan.
Skema penjemputan itu tidak berbeda dengan proses pemulangan santri di awal pandemi Corona. Mereka diantar dalam satu rombongan menuju beberapa kota. Masjid Jami di kota tersebut menjadi salah satu titik penjemputan orangtua.
Corona memang bikin ribet! Atau jangan-jangan hidup kita memang sudah ribet?
New Normal dan Hiperealitas
Mengikuti umek-umek berita di media tentang persiapan new normal mengingatkan saya pada kata "hiperealitas".
Pernahkan Anda membeli satu cangkir kopi seharga 70 ribu? Padahal hitungan normal harga kopi adalah lima ribu hingga tujuh ribu. Selisih kenaikan harga 65 ribu itulah hiperealitas secangkir kopi.
Dalam 65 ribu itu terdapat merek, brand, citra, pajak, suasana kafe, status sosial, gengsi dan seterusnya. Semuanya tidak kasat mata alias ghaib alias fantasi alias khayalan.
Kita tidak memiliki daya kritis untuk membedakan mana kenyataan mana khayalan, mana fakta mana imajiner, mana benar mana hoaks, mana asli mana palsu.
Jean Baudrillad menyebut hal itu simulasi, yakni representasi atau gambaran tentang objek lebih penting daripada objek itu sendiri.
Fantasi yang menyertai kopi seharga 70 ribu lebih penting daripada fakta mendasar tentang kopi yang normalnya dibeli cukup lima ribu atau tujuh ribu.
Pada konteks hiperealitas dan simulasi itu, fantasi kita tengah diobrak-abrik oleh Covid-19.Â