Kebangkitan Nasional: Mitos atau Kenyataan?
Mencermati penggerak Kebangunan Nasional yang dimotori oleh kekuatan golongan, sosial dan politik, kita bisa memetik beberapa pelajaran.
Kebangkitan nasional bukan pekerjaan yang diemban oleh satu atau dua golongan. Bukan tugas partai politik semata. Bukan pula kewajiban kaum cendekiawan saja.
Keragaman sosial dan budaya, adat dan tradisi, serta kekayaan alam yang melimpah merupakan modal potensial bagi bangsa Indonesia untuk bangkit kapan saja. Semua warga bangsa adalah motor penggerak kebangkitan itu.
Ini bukan soal kapan kita bangkit melainkan bagaimana kita bangkit. Kebangkitan nasional bergantung pada "mentalitas" proses pergerakan nasional yang disokong oleh bangsa Indonesia sendiri.
Pertanyaannya, apakah selama 112 tahun, terhitung sejak 1908, kita sudah, sedang, dan akan mengalami kebangkitan demi kebangkitan? Apa indikator sosial, budaya, politik, ekonomi dan pendidikan---mikro dan makro, nasional dan global---yang menunjukkan kita mengalami kebangkitan?
Atau kita mengalami kebangkitan pada skala personal individual namun masih terjajah secara sistemik struktural?
Dinamika proses kebangkitan tidak bisa dipotret melalui satu sudut pandang saja karena ini menyangkut jati diri dan harga diri bangsa Indonesia.
Kalau peringatan kebangkitan kali pertama pada 1948 dilatarbelakangi oleh situasi krusial sosial, ekonomi, politik, pertanyaannya: perlu menunggu proses pembusukan seperti apa lagi supaya kita benar-benar bangkit saat ini?
"Siumanlah dari pingsan berpuluh-puluh tahun. Bangkitlah dari nyenyak tidur panjangmu. Sungguh negeri ini adalah penggalan surga. Surga seakan-akan pernah bocor dan mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan cipratan keindahannya itu bernama Indonesia Raya.
Kau bisa tanam benih kesejahteraan apa saja di atas kesuburan tanahnya yang tidak terkirakan. Tidak mungkin kau temukan makhluk Tuhanmu kelaparan di tengah hijau bumi kepulauan yang bergandeng-gandeng mesra ini.
Bahkan bisa engkau selenggarakan dan rayakan pengantin-pengantin pembangunan lebih dari yang bisa dicapai oleh negeri-negeri lain yang manapun," tulis Cak Nun dalam Renungan Lir-ilir.