Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Antara Aturan Birokrasi, "Agama" Kejawen dan Pilar Kebudayaan Nusantara

9 Mei 2020   21:04 Diperbarui: 9 Mei 2020   20:58 3729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan dalam film pendek

Film pendek "KTP" justru berani menukik pada inti persoalan yang sering menyentuh ranah sensitif publik, yakni persoalan agama dan keyakinan. Gara-gara keyakinan yang dianut tidak sesuai dengan daftar isian kolom di KTP, Mbah Karsono tidak bisa memiliki Kartu Sehat Manula.

Akibatnya, publik menganggap hanya enam agama itu yang diakui pemerintah. Hal itu terungkap setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk.

Dikutip dari Kompas.com, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP. Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU tentang Administrasi Kependudukan.

Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa kata "agama" dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan. (Kompas.com)

Dinamika hukum telah menghasilkan keputusan yang berpihak kepada penganut aliran kepercayaan. Namun, bukan berarti film pendek "KTP" kehilangan kontekstualitasnya. Bagaimana pun birokrasi harus menjadi bagian dari solusi.

Jika tidak, yang terjadi adalah eskalasi komplikasi persoalan kian menumpuk. Alih-alih menjadi bagian dari solusi, birokrasi justru menyumbang persoalan di tengah permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Solidaritas: Tonggak Peradaban Nusantara

Adakah solusinya? Tentu saja ada, dan lagi-lagi, solusi itu berakar dari budaya masyarakat, yaitu musyawarah dan gotong-royong. Tanpa memiliki KTP dan Kartu Sehat Manula kehidupan Mbah Karsono ditanggung oleh warga.

Itu kritik keras: di daerah terpencil, tanpa kehadiran pemerintah, warga tetap bisa hidup guyub, rukun, dan saling membantu dalam solidaritas yang utuh.

"Kehadiran pemerintah kadang justru merepotkan rakyat," ujar Cak Nun pada pada acara Maiyahan. Melalui fakta yang ditampilkan film pendek "KTP" pernyataan Cak Nun menemukan kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun