Terbunuhnya 6 Jenderal tersebut, memaksa Mayjen Suharto mengambil alih kepemimpinan TNI AD. Hal semacam ini dilakukan berdasarkan preseden yang dilakukan sewaktu Panglima TNI AD Jenderal Ahmad Yani berhalangan.
Sementara Mayjen Suharto sibuk memimpin operasi militer menghadapi para pemberontak G30S/PKI, Mayjen TNI Sucipto, pimpinan KOTI (Komando Operasi Tertinggi) mengundang partai-partai politik untuk menyatukan barisan melawan PKI.
Pertemuan dilaksanakan di Markas Kostrad di Jalan Merdeka Timur pada tanggal 2 Oktober 1966. Dalam pertemuan tersebut, semua partai politik yang hadir menyatakan bergabung dengan TNI AD dalam menghadapi PKI.
Realisasi dari dukungan tersebut adalah dengan membentuk Badan Koordinasi Pengganyangan Kontra Revolusioner Gerakan 30 September. Badan ini kemudian berubah nama menjadi KAP-Gestapu (kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan September Tiga Puluh). Ini adalah front aksi pertama melawan PKI.
KAP-Gestapu diketuai oleh Subhan Z.E. dari Nahdlatul Ulama (NU) dan sekretarisnya Harry Tjan Silalahi dari Partai Katolik. Komando ini secara efektif berguna sebagai komado aksi politik antikomunis pendukung TNI AD. TNI AD memfasilitasi pertemuan para aktivis antikomunis dari berbagai organisasi untuk bertemu dengan Panglima Kostrad Mayjen TNI Suharto di Markas Kostrad.
Organisasi yang hadir diantaranya: Nahdlatul Ulama/NU, Himpunan Mahasiswa Islam/HMI, Pergerakan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia/PMKRI, Pemuda Muhammadiyah, Pelajar Islam Indonesia/PII, Sekertariat Bersama Golongan Karya/Sekber Golkar, Front Nasional, Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia/Gasbiindo, Generasi Muda Islam/Gemuis, Kesatuan Buruh Kebangsaan Indonesia/KBKI, Partai Katolik, dan Partai Sarekat Islam Indonesia/PSII). Â Â Â Â Â
Dalam ceramah umum di Taman Sunda Kelapa Jakarta, tanggal 4 Oktober 1965 hadir para pembicara: Subhan Z.E. (NU), Yahya Ubaid (NU), Projokusumo (Muhammadiyah), Syeh marhaban (PSII), Tejomulyo (Katolik) dan beberapa nama lainnya.
Acara ini diakhiri dengan pernyataan bersama dalam mengutuk aksi Kudeta gerakan 30 September 1965 dan menyangkakan PKI sebagai dalang peristiwa tersebut, sehingga PKI dan ormas-ormasnya harus segera dibubarkan.
Pada akhir acara dibentuklah KAP-Gestapu sebagai kebulatan tekad menghadapi gerakan komunsme di Indonesia.
KAP-Gestapu mengadakan rapat lanjutan yang lebih besar di Taman Suropati Jakarta pada tanggal 8 Oktober 1966. Aksi ini mendesak Presiden Sukarno untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya.
Geoffrey B. Robinson dalam Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia 1965-1966 menyebut pembentukan KAP-Gestapu juga memicu pembentukan banyak badan koordinasi dan kesatuan aksi. Organisasi baru yang paling aktif adalah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), dan KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia). Selain itu Angkatan Darat juga membentuk organisasi serupa di tingkat daerah.