Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Optimalisasi Kebijakan Zonasi agar Semua Bisa Sekolah

13 Agustus 2018   23:47 Diperbarui: 14 Agustus 2018   10:08 1562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis Kebijakan Zonasi/kmedikbud.go.id

Beliau pernah mengatakan bahwa dalam pendidikan akan terjadi proses humanisasi, pembukaan wawasan, dan cakrawala sehingga hasilnya tidak picik dan kerdil. Pendidikan akan membawa manusia keluar dari kebodohan dengan membuka tabir sifat alami kemanusiaan.

Dari pernyataan itu, kita bisa melihat bahwa kualitas pendidikan mempunyai makna sebagai suatu proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pendidikan yang menyangkut proses dan atau hasil ditetapkan sesuai dengan pendekatan serta kriteria tertentu.

Proses pendidikan merupakan suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi, baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun operasional, baik edukatif maupun manajerial, baik pada tingkatan nasional, regional, institusional, maupun instruksional dan individual, baik pendidikan dalam jalur sekolah maupun luar sekolah. Dalam bahasan ini, proses pendidikan yang dimaksud adalah proses pendidikan berkualitas yang ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Faktor-faktor yang menentukan kualitas proses pendidikan suatu sekolah terletak pada unsur-unsur dinamis yang ada dalam sekolah tersebut dan lingkungan sebagai suatu kesatuan sistem.

Episode panjang polemik pendidikan tak hanya berhenti dari sekedar kata 'lulus'. Potret realitas masa kini harus mempersiapkan peserta didik untuk melakukan long life education (pendidikan seumur hidup). Ketika tantangan untuk lulus telah dicapai, mereka dihadapkan dalam proses memilih sekolah lanjutan yang penuh dilema. Untuk itu, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi hadir sebagai upaya pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan hingga ke daerah-daerah, serta melayani kelompok yang rentan dan terpinggirkan.

Kebijakan zonasi hadir saat penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) baru yaitu No. 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menggantikan peraturan sebelumnya. Adapun yang dimaksud dengan peraturan zonasi yang tertera pada pasal 16 Permendikbud tersebut yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Kemudian peraturan zonasi ini ditetapkan untuk sekolah jenjang SD, SMP dan SMA, tapi untuk SMK dibebaskan dari kebijakan ini.

PPDB 2018 memang memicu hal baru yang masih tabu. Penetapan radius zona tersebut masih diklasifikasikan sesuai dengan kondisi di daerah tersebut berdasar ketersediaan anak usia sekolah dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah. Publik pun beradaptasi menjalani sistem yang konon terasa lebih objektif ini.

Beberapa orangtua masih menginginkan anaknya masuk ke sekolah unggulan melalui jalur prestasi hingga mendapat kelas akselerasi. Namun, ada pembatasan kuota pada sekolah tersebut sehingga peserta didik hanya bisa mendaftar ke sekolah yang sesuai dengan domisili pada Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 bulan sebelum masa PPDB.

Ada juga orangtua yang mendaftarkan anaknya melalui jalur NHUN (Nilai Hasil Ujian Nasional). Namun, standar di sekolah terdekat justru tak bisa memenuhi kualifikasi nilai dari anak yang ingin mendaftar ke sekolah itu. Polemik mencuat hingga beberapa peserta didik justru memilih pendidikan alternatif seperti home schooling sebagai kesempatan mereka untuk belajar. Semua terasa sah saja karena kebijakan baru pasti akan menimbulkan persepsi baru.

Nangkring di KemDikBud
Nangkring di KemDikBud
Coba kita tengok kembali, sejarah pendidikan Indonesia telah memunculkan keragaman model, lembaga, dan tradisi pendidikan. Ada sekolah yang diadaptasi dari sistem pendidikan kolonial, ada juga pesantren yang diadaptasi dari budaya Islam. Lalu ada yang formal dan non formal. Begitu pula sekolah negeri atau swasta. Karena itu, harus diupayakan agar apapun status dan modelnya, semua lembaga pendidikan mendapat penghargaan dan perhatian optimal.

Semua keragaman dalam pendidikan akan disatukan melalui kebijakan zonasi. Bagai suatu sistem yang terus dipantau karena rekonstruksi pendidikan nasional yang berlangsung saat ini dipergunakan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada demi membangun sistem pendidikan yang kuat dan berkeadilan. Apapun nanti yang terjadi ke depan, semua harus dihadapi dengan unsur kejujuran.

"Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat". Petuah bijak ini hanya salah satu dari sekian banyak petuah yang seringkali diungkapkan oleh para orang tua kita dahulu. Kesadaran mereka akan penting nilai pendidikan dibanding dengan hal-hal lain sepatutnya kita junjung tinggi. Hal ini membutuhkan suatu proses yang berkaitan dengan dimensi realitas dan dimensi masa (waktu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun