Mohon tunggu...
Achmad Firdaus
Achmad Firdaus Mohon Tunggu... profesional -

Achmad Firdaus, Lahir di Indramayu Tinggal di Depok, telah menjadi yatim sejak kelas 4 SD. Doktor Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Magister Sains Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi UI Depok. Sarjana Fisika FMIPA UI Depok

Selanjutnya

Tutup

Money

Nilai Lebih Takaful (Asuransi Syariah) terhadap Asuransi Konvensional (Studi Komparasi- Tinjauan Pengelolaan Dana Prem/Iuran Peserta Takaful)

31 Maret 2011   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:16 3643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bila terjadi klaim dari peserta yang mendapatkan risiko maka oleh karena kewajibannya sebagai operator, takaful dituntut untuk berhati-hati dalam proses pembayarannya. Unsur pemegang amanah dari para peserta lainnya sangat dikedepankan, jangan sampai proses klaim dapat mendzalami peserta yang lainnya.

Berikut ini disampaikan sebuah kasus yang terjadi berkaitan dengan proses klaim yang penulis ambil dari sebuah sumber[20]:

Tersandung Klaim Asuransi
Bos PT Pasaraya General Insurance dituduh memalsu laporan klaim asuransi. Tapi menurutnya, klaim asuransi Rp 2,7 miliar itu memang tak layak dibayar.

Riza Sofyat, Dikky Setiawan, dan Pringgo Sanyoto

Merekayasa klaim asuransi mungkin dianggap jamak oleh sebagian pengusaha. Tapi, siapa sangka kalau menolak klaim asuransi yang dicurigai disulap justru membuat pengusaha asuransi diadili. Itulah yang menimpa mei hendra gazali, pemilik sekaligus direktur utama pt pasaraya general insurance. Pekan-pekan ini, ia terpaksa duduk di kursi terdakwa di pengadilan negeri jakarta pusat.

Jaksa Manik Ara mendakwa Mei Hendra telah menipu ataupun memalsu laporan klaim asuransi senilai Rp 2,7 miliar yang diajukan PT Farika Duta Agung. Akibatnya, PT Farika tak bisa memperoleh penggantian asuransi setelah kapal tongkang miliknya tenggelam di perairan laut Teluk Jakarta, ketika hendak menuju ke Riau, pada 4 Januari 2002.

PT Farika Duta Agung mengasuransikan kapal tongkangnya kepada PT Pasaraya General pada 30 Desember 2001. Uang pertanggungannya sebesar Rp 2,7 miliar. Saat itu pula, menurut Direktur Utama PT Farika, Kasim, perusahaannya menutup premi bulanan sebesar Rp 5 juta untuk pembayaran selama 13 bulan. Berarti, PT Farika sudah membayar sebesar Rp 65 juta.

Ternyata, beberapa hari kemudian, tepatnya pada 4 Januari 2002, kapal tongkang yang diasuransikan tersebut tenggelam. Waktu itu, kapal tongkang tersebut memuat Ginder Beton ex Wijaya Karya Type L.30.60.24, Type L.35.60, dan kerangka jembatan ex Cigading H Bem Type A-30. Segera PT Farika mengajukan klaim asuransi ke PT Pasaraya General. Namun, perusahaan asuransi ini tak mau begitu saja mengabulkan klaim. PT Pasaraya General lantas menunjuk PT Bahtera Arthaguna Parama untuk mengecek kebenaran klaim tersebut.

Hasilnya? Inilah yang kemudian menjadi perkara berkepanjangan. PT Pasaraya General menolak klaim asuransi itu. Alasannya, kapal tongkang milik PT Farika tidak tenggelam, melainkan karam di perairan pantai Jakarta karena sudah tua alias berumur lebih dari 15 tahun. Itu berarti kapal tongkang sesungguhnya belum berangkat ke Riau. Kata Kasim, laporan dari hasil survei PT Bahtera Arthaguna sebenarnya ada dua, yang masing-masing harus diserahkan kepada PT Pasaraya General dan PT Farika. Tapi, dua laporan itu â€dikangkangi†oleh PT Pasaraya General dengan alasan belum final. Sebulan kemudian, barulah PT Pasaraya General memberikan laporan yang dimaksud kepada PT Farika.

Laporan yang sampai ke tangan PT Farika ini, menurut Kasim, sudah disulap lebih dulu oleh Mei Hendra. Kata-kata kesimpulan dalam laporan ini, contohnya â€layak dibayarâ€, dihapus dan diganti dengan kata-kata â€tidak layak dibayarâ€. Karena itu, Kasim mengadukan Mei Hendra ke Polda Metro Jaya pada 20 Mei 2002. Tapi, baru pada tahun 2004, perkara Mei Hendra sampai ke meja hijau.

Ferry Firman Nurwahyu sebagai pembela Mei Hendra langsung membantah tuduhan itu. Menurut Ferry, tak benar bila kliennya memalsu laporan survei tersebut. Memang, laporan dari PT Bahtera Arthaguna ada dua, yang terdiri dari laporan pendahuluan dan laporan akhir. Berdasarkan laporan akhir itulah PT Pasaraya General menolak klaim PT Farika.
Penolakan itu, sambung Ferry, dikarenakan klaim PT Farika penuh kejanggalan. Misalnya, premi asuransi ditutup pada tanggal 4 Januari 2002 sore, padahal kapal tenggelam pada 4 Januari 2002 pagi. Selain itu, PT Farika juga tak mencantumkan kondisi kapal yang sudah uzur dan muatan kapal yang beratnya berlebihan tatkala mengajukan permohonan asuransi. â€Kalau PT Farika menyebutkan kondisi itu, tentu klien kami tak akan mengabulkan penutupan asuransinya,†kata Ferry.

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Menjawab pertanyaan penelitian di pendahuluan maka melalui pembahasan di atas dapat terjawab bahwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun