Mohon tunggu...
Achmad Firdaus
Achmad Firdaus Mohon Tunggu... profesional -

Achmad Firdaus, Lahir di Indramayu Tinggal di Depok, telah menjadi yatim sejak kelas 4 SD. Doktor Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Magister Sains Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi UI Depok. Sarjana Fisika FMIPA UI Depok

Selanjutnya

Tutup

Money

Nilai Lebih Takaful (Asuransi Syariah) terhadap Asuransi Konvensional (Studi Komparasi- Tinjauan Pengelolaan Dana Prem/Iuran Peserta Takaful)

31 Maret 2011   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:16 3643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dominick Salvatore[3] mengatakan bahwa risiko adalah merujuk pada suatu situasi dimana ada lebih dari satu kemungkinan outcome dari satu keputusan, probabilitas dari tiap-tiap outcome yang kemungkinannya terjadi, dapat diketahui atau dapat diestimasi. Dominick menjelaskan bahwa hubungan antara kepastian, risiko dan ketidakpastian adalah kepastian (certainty) merujuk kepada suatu situasi dimana hanya ada satu kemungkinan outcome dari keputusan - outcome ini diketahui secara presisi. Ketidakpastian (uncertainty) merujuk pada suatu situasi dimana ada lebih dari satu kemungkinan outcome dari satu keputusan dimana probabilitas dari tiap-tiap outcome tidak dapat dikenali.

Probabilitas suatu outcome dapat dikenali oleh karena ada data-data lama (sebelumnya) yang dapat dijadikan acuan ataupun pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Suatu contoh pada proyek pengeboran minyak. Satu perusahaan minyak melakukan proyek pengeboran pada suatu daerah. Tidak ada record sama sekali tentang data geologi, data seismik di daerah tersebut. Kondisi ini disebut ketidakpastian. Sementara ketika dia melakukan proyek pengeboran di daerah lain, ternyata sudah ada data pendukung berupa peta geologi maupun peta seismik yang didapat dari masa kolonial Belanda. Maka proyek pengeboran yang dilakukan adalah proyek yang memiliki risiko. Bila setelah dilakukan pengeboran ternyata terdapat sumber minyak maka berarti perusahaan minyak tersebut mendapatkan risiko positip tetapi bila setelah dilakukan pengeboran ternyata sumber minyak tidak ekonomis atau bahkan tidak ada maka perusahaan minyak mendapat risiko negatip.

Mengingat ketidakpastian yang akan kita alami ketika kita hidup dan semuanya mengandung konsekuensi atau risiko maka mau tidak mau kita harus selalu bergelut dengan risiko. Berbagai cara dilakukan orang[4] dalam menyikapi risiko yang bakal terjadi yaitu:

1) Menghindari Risiko yaitu tidak mau mengambil risiko yang terjadi. Sebagai contoh oleh karena tidak mau rugi terhadap fluktuasi harga saham maka seseorang tidak mau berinvestasi di pasar modal. Contoh lainnya, seseorang yang takut pada penerbangan, dia akan menghindari naik pesawat terbang dalam melakukan perjalanannya.

2) Menerima risiko yaitu bersedia dan mau menanggung sendiri risiko hidup yang mungkin akan terjadi. Ketika memiliki sebuah rumah, seseorang mau menanggung sendiri risiko bila terjadi kebakaran. Oleh karenanya dia merasa tidak perlu membeli premi asuransi kebakaran. Demikian pula bila seseorang mau menanggung sendiri biaya pendidikan anaknya maka dia pun tidak perlu membeli asuransi pendidikan.

3) Mengendalikan risiko yaitu usaha yang dilakukan dalam rangka mencegah atau mengurangi risiko yang mungkin terjadi. Mengurangi risiko berarti juga meminimisasi risiko yang mungkin akan terjadi. Seseorang yang ingin pulang kampung misalnya, dia akan berusaha mengendalikan atau mengurangi risiko dengan cara menyalakan lampu depan rumah, menambah kunci pengaman rumah ataupun menitipkan rumah kepada tetangga atau petugas keamanan perumahan. Memasang kunci ganda pada motor atau menambah kunci stang pada mobil juga merupakan salah satu contoh mengendalikan risiko.

4) Metransfer risiko yaitu memindahkan risiko yang akan terjadi kepada pihak lain. Membeli premi asuransi non syariah adalah salah satu contoh dalam men-transfer risiko. Dengan membeli premi berarti risiko yang ada pada kita, dipindahkan menjadi risiko perusahaan asuransi. Sehingga bila terjadi sesuatu pada diri kita maka perusahaan asuransilah yang akan menanggung risiko tersebut. Contoh ketika kita tidak ingin repot-repot mengurusi biaya sekolah anak-anak kita pada waktunya nanti maka kita perlu membeli premi asuransi.

5) Men-sharing risiko yaitu saling menanggungkan risiko. Disini terjadi proses saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya. Mengikuti tabaru-an di takaful (asuransi syariah) merupakan salah satu contoh sharing risiko.

Lantas risiko-risiko apa saja yang dapat terjadi ketika kita hidup? Ada beberapa risiko yang harus kita antisipasi[5] yaitu:

1) Risiko berumur pendek.

Jatah waktu kontrak kita di dunia hanya Allah SWT yang mengetahui. Kapan kita meninggal dan dimana meninggal, kita tidak mengetahuinya. Ada diantara kita yang meninggal sebelum usia tua, ada yang meninggal ketika usia remaja, bahkan ada yang meninggal ketika usia balita. Lalu apa yang akan terjadi pada orang-orang yang kita tinggalkan pada saat kita meninggal nanti? Apakah mereka akan menderita? Untuk yang sudah memiliki anak dan istri, ketika kepala rumah tangga meninggal dunia, sudah terpikirkah oleh kita apa yang akan terjadi dengan istri kita?, anak kita ? Bisakah mereka mencari nafkah sendiri? Bagaimanakah sekolah anak-anak kita? Akankah mereka putus sekolah?

2) Risiko terjadinya kecelakaan.

Kecelakaan bisa terjadi kapan saja. Tidak pandang apakah anda dalam perjalanan ataukah anda sedang di rumah saja. Ketika kita mengalami kecelakaan, kita baru terpikir, bagaimana kita harus mengobati diri kita akibat dari kecelakaan tersebut? Bagaimana bila terjadi cacat total yang mengakibatkan kita tidak dapat berpenghasilan? Kalo sudah begitu bagaimana untuk nafkah anak - istri kita?.

3) Risiko terhadap terjadinya penyakit kritis.

Jangan berpikiran bahwa penyakit-penyakit kritis adalah milik orang kaya. Allah SWT menciptakan penyakit dan obatnya untuk seluruh manusia. Bila waktunya penyakit kritis datang apa yang terjadi pada diri kita. Pengobatan untuk penyakit kritis sangat mahal. Terkadang biayanya dirasa tidak masuk akal. Kalo sudah seperti itu, dunia serasa mau kiamat.

4) Risiko terjadi PHK.

Akibat resesi yang diawali dengan resesi keuangan di Negara Amerika Serikat, ada sekitar 70.000 buruh konveksi mengalami PHK di tahun 2009. Hal ini terjadi karena sebagian besar ekspor konveksi Indonesia hampir seluruhnya ke Negara Amerika Serikat. Dengan kondisi resesi keuangan di sana, daya beli (purchasing power) masyarakat Amerika Serikat terhadap konveksi melemah. Order konveksi ke Amerika pun terganggu. Karena order barang macet maka produksipun macet, imbasnya PHK besar-besaran di Indonesia.

5) Risiko berumur panjang (pensiun).‏

Berumur pendek adalah risiko, berumur panjangpun adalah risiko. Bedanya kalo kita berumur pendek, orang-orang terdekat kitalah yang akan mengalami dampak risiko. Sementara bila berumur panjang maka kitalah yang akan menerima risiko tersebut. Bila kita berumur panjang maka kita akan mengalami masa pensiun. Pada saat itu kemungkinan kita sudah tidak berkemampuan tinggi lagi. Mungkin juga kita sudah tidak berpenghasilan rutin. Apakah kita sudah mempersiapkan hal ini?

Sementara untuk menunjang aktifitasnya, kita juga harus mengantisipasi risiko yang terjadi pada harta benda ataupun usaha (investasi) kita[6].

1) Risiko hilangnya atau berkurangnya nilai harta benda akibat kebakaran, kehilangan, kecelakaan dll. Kebakaran akan menyebabkan musnahnya bangunan, gedung, tempat tinggal, tempat usaha dll. Nilai harta benda juga bisa berkurang ataupun hilang akibat pemindahan (delivery), pencurian, perampokan, tindakan pemaksaan, peristiwa kecelakaan, kejahatan ataupun akibat bencana alam.

2) Risiko terhadap hasil usaha ataupun investasi juga perlu dijaga. Risiko atas dampak yang akan terjadi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat membangun proyek infrastruktur dll.

III. PERUSAHAAN ASURANSI SEBAGAI PENGELOLA RISIKO

Melihat begitu besarnya konsekuensi yang harus ditanggung apabila risiko tersebut terjadi maka kita harus dapat mengendalikan risiko tersebut dengan baik. Cara yang terbaik untuk dapat mengendalikan risiko adalah dengan menjadi peserta asuransi melalui perusahaan asuransi .

Adalah menarik ketika kita benar-benar ingin memahami secara mendalam hubungan dua pihak antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi yaitu manakala kedua pihak telah sepakat mengikatkan diri dalam suatu ikatan asuransi. Dalam UU no. 2 tahun 1992, dikatakan bahwa

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peridtiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Beberapa hal yang dapat digarisbawahi berkaitan dengan posisi kedua belah pihak dalam perjanjian asuransi menurut undang-undang tersebut yaitu:

a) Pihak peserta asuransi disebut tertanggung, pihak perusahaan asuransi disebut penanggung.

b) Pihak tertanggung membayar premi kepada pihak penanggung. Apabila risiko terjadi maka pihak penanggung berkewajiban menanggung risiko yang terjadi kepada pihak tertanggung.

Itu berarti pada saat seorang peserta asuransi berkomitmen untuk menjadi peserta maka dia berkewajiban membayarkan premi. Pembayaran premi ini menunjukan bahwa dia telah mengalihkan atau memindahkan risiko yang akan diterimanya di kemudian hari dari dirinya kepada pihak penanggung. Berarti pula pihak asuransi sebagai pihak penanggung menyatakan pula persetujuannya untuk menerima pengalihan tanggung jawab risiko dari pihak tertanggung.

Peristiwa pengalihan risiko ini dikenal dengan istilah transfer risk[7] yaitu pengalihan atau pemindahan risiko dari pihak tertanggug kepada pihak penanggung. Proses transfer risk dalam hukum islam dikelompokan ke dalam transaksi tadabulli[8]. Dalam hukum islam, transaksi demikian mengandung unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian atau ghoror. Pada peristiwa transfer risk ini, tertanggung menukar uncertainty (dalam hal ini risiko) dengan certainty (premi). Karena bersifat ketidakpastian maka akan menyebabkan kecenderungan melakukan transaksi yang bersifat untung-untungan atau perjudian atau dalam bahasa hukum islam disebut maisir[9]. Bila risiko tidak terjadi maka pihak penanggung akan mendapatkan keuntungan namun bila risiko terjadi maka pihak penanggung akan mendapatkan kerugian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun