Hamidah menjatuhkan wajahnya ke pangkuan Den Lara Hartati. "Maaf, Bu! Aku khilaf."
"Sabar ya, Ndhuk! Kalau Pras belum dapat datang hari ini, mungkin masih sibuk dengan pekerjaannya."
"Bukan karena itu, Bu," jawab Hamidah sembari mengangkat wajahnya yang basah air mata.
"Lantas, karena apa?"
"Ketiga android Mas Prass dimatikan."
"Karenanya, kau berpikir kalau Pras melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama? Percayalah, Ndhuk! Pras itu, tipe lelaki setia pada seorang istri. Bertanggung jawab pada keluarganya. Sebagaimana rama-nya. Swargi Kangmas Sudibya."
"Tapi...."
"Sudahlah! Sekarang, ambillah air wudlu! Bersembahyanglah subuh! Sesudah mandi dan sarapan, kita pergi ke alun-alun. Berjamaah sholat 'id."
Selepas Hamidah, Den Lara Hartati meninggalkan ruang tamu. Memasuki ruang tidur menantunya. Menggendong cucu bungsunya yang telah terbangun dengan selendang kawung. Membawanya ke teras rumah. Mengembannya sembari menyenandungkan lagu Lela-Lela Ledhung.
***
Alun-alun yang penuh serakan sampah koran itu kembali lengang. Orang-orang berpakaian serba baru yang semenjak fajar berjajar membentuk sap-sap untuk berjamaah sholat 'id itu telah pulang ke rumahnya masing-masing. Demikian pula dengan Den Lara Hartati, Hamidah, dan ketiga anaknya.