Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wasiat Langit

19 Maret 2018   08:32 Diperbarui: 19 Maret 2018   09:23 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

HARI ketujuh sesudah petaka. Cahaya melintas biru di depan pandangan mata. Cahaya itu menuju pintu bumi. Menjelma sesosok perempuan. Rambutnya bergerai panjang sampai ke pinggang. Parasanya tampak seperti purnama. Benar, bahwa ia adalah Pertiwi yang tengah melambai-lambaikan tangannya pada Parikesit. Tersenyum semekar mawar merekah.

"Lihat, Kek! Benarkah itu Pertiwi?"

"Benar, Kesit. Memang sudah saatnya, kamu tinggalkan Kakek di sini. Datanglah kepadanya!"

"Lantas, bagaimana dengan Kakek?"

"Sudah waktunya, aku harus menyinggahi rumah keabadian." Kakek Kresna tersenyum. "Berbahagialah kamu yang masih diberi kesempatan untuk belajar pada kehidupan. Melakukan darma pada sesama yang belum selesai. Semoga, Pertiwi akan menjadi pendamping hidupmu yang baik. Sebagaimana, Drupadi bagi Yudistira. Subadra bagi Arjuna. Shinta bagi Rama."

"Selamat jalan, Kek."          

"Ya. Aku tunggu kamu di gerbang surga." Kakek Kresna membentangkan sayap. Terbang ke langit paling puncak. Tidak tertangkap lagi bayangannya, selain makna pesan terakhirnya pada Parikesit. Di mana Pertiwi yang telah menunggunya di pintu bumi serupa matahari baru. Bola emas yang bakal muntah dari rahim bukit sesudah mengelupaskan kabut pekatnya. Dialah harapan akan kebirujingaan senja. Meskipun Parikesit merasakan, bahwa kenyatan itu masih ditangguhkan.

-Sri Wintala Achmad-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun