Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wasiat Langit

19 Maret 2018   08:32 Diperbarui: 19 Maret 2018   09:23 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

HARI ketiga sesudah petaka. Bangkai-bangkai manusia yang berserakan serupa sampah itu dikuburkan tanpa doa, tabur bunga, asap dupa, keranda, dan payung. Bangkai-bangkai itu lebih hina dari para jembel yang harus dibinasakan dari pandangan mata. Lebih hina dari bangkai tikus, anjing, babi, dan ular.

***

HARI keempat sesudah petaka. Banyak orang mulai kehilangan akal warasnya. Mereka terdiam dengan mata kosong. Tertawa tanpa tahu alasannya. Bicara sendiri seperti Ki Dalang. Berjalan tanpa juntrung di antara mayat-mayat, sukarelawan, reruntuhan bangunan, serakan sampah, pasukan lalat, dan gerombolan gagak yang tengah berpesta.

 ***

HARI kelima sesudah petaka. Kakek Kresna mencegah Parikesit yang akan mencari bangkainya. Demikian pula, bangkai-bangkai yang semasa hidupnya merupakan bagian kehidupannya yang sangat ia cintai. Bangkai Kresna, bangkai Pertiwi, dan bangkai Sona. "Kakek egois!"

"Siapa yang mengajarkanmu berkata lancang seperti itu, Kesit? Kamu  yang egois. Kamu berdosa pada kodrat. Berdosa pada kodrat berarti berdosa pada Gusti Kang Murbeng Jagad. Bukankah kamu pernah bilang bahwa di dalam hidup, manusia tak kuasa atas apa atau siapa? Tak memiliki apa atau siapa? Segala harus berpulang pada muasalnya. Mengapa kita menyesailnya?"

"Karena, aku mencintai mereka."

"Aku percaya!" Kakek Kresna tersenyum. Wajahnya yag sejenak ditundukkan ke bumi ditengadahkan kembali. "Bukankah mencintai tidak sama maknanya dengan memiliki? Banyak orang bisa mencintai apa atau siapa, tapi mereka tak pernah mampu memilikinya. Apakah kamu masih ingat kata-kata yang pernah kamu pahami maknanya dari seorang Filsuf yang bukunya kamu baca sebelum petaka tiba?"

"Dari mana Kakek tahu yang tertulis di buku itu?"

"Dari judulnya yang sempat aku baca. Cinta dan Kepemilikan!" Kakek Kresna tertawa renyah. "Apakah kamu sudah paham apa yang kamu baca itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun