"Ya, Kek."
"Apakah kamu masih ingin mencari bangkai-bangkai itu?"
Tak sepatah kata meluncur dari mulut Parikesit. Hanya matanya yang mengerling ke bangkai-bangkai. Jauh berserakan di sebagian kecil permukaan bumi. Parikesit tidak percaya, saat menyaksikan seekor anjing yang tengah merobek-robek bangkai bayi. Digaglaknya di dekat tumpukan sampah. "Bukankah itu Sona?"
Wajah Kakek Kresna terbakar. Sepasang matanya menyala. Menatap Sona yang ternyata masih hidup itu tengah melahap bangkai bayi. Manusia kecil yang selalu tidur damai di pangkuan ibunya di seberang jalan rumahnya dulu, sebelum petaka mengubah setiap kemapanan menjadi porak-poranda. "Dasar anjing! Meskipun di rumah dikasih sosis dan susu, tetapi di luar tetap bernafsu atas bangkai."
"Tak perlu murka, Kek! Ingat kata-kata Kakek, bahwa anjing adalah jelmaan Raja Niwata Kawaca! Penguasa berhati iblis yang selalu memangsa jantung rakyatnya sendiri. Meskipun mereka adalah para juru ladiyang selalu menyajikan sepiring sate hati domba di meja makannya setiap hari."
"Tapi, sifat iblis itu seharusnya tak dimiliki Sona!"
"Kalau Sona kita sepakti sebagai anjing. Tentu, ia adalah salah satu jelmaan Niwata Kawaca, Kek."
"Ya! Sekarang, aku bangga padamu. Sebagaimana, aku bangga pada bayi itu. manusia kecil yang rela menyerahkan bangkainya dengan wajah malaikat penghuni nirwana. Luar biasa!"
"Aku pun bangga pada Kakek yang mengajarkan padaku tentang makna hidup. Kakek seperti Plato, Sokrates, William James, Yesus, Sidarta Gautama, Rumi, Siti Jenar, atau Ranggawarsita yang mengajarkan padaku tentang jalan menuju kebajikan."
***
HARI keenam sesudah petaka. Parikesit tidak terpengaruh lagi dengan pemandangan yang menyayat-nyayat hati. Para sukarelawan yang harus diamputasi tangannya karena terinfeksi kuman mematikan sesudah menjamah bangkai-bangkai. Para pengungsi yang sebagian masih rakus dengan harta benda dari pada merawat bangkai-bangkai saudaranya sendiri. Seorang sukarelawan dengan seragam perwira tengah memerkosa perempuan hamil tiga bulan yang tengah berduka karena ditinggal mati pacarnya. Orang-orang gila yang sepanjang jalan mengutuk Tuhannya. Jiwa Parikesit tidak bergeming. Biarlah peristiwa itu mengalir seperti sampah-sampah di sungai waktu yang tengah menuju muara.