"Hanya prajurit-prajurit rucah?" Wajah Bathara Guru tampak semuram langit berawan di musim hujan. Seusai mendesah, Bathara Guru melanjutkan perkataannya. "Kapan Abimanyu mati di medan laga, Penyarikan?"
"Maaf, Adhi Guru!" Narada menyela pembicaraan. "Hendaklah Adhi Guru tak menanyakan hal itu pada Penyarikan! Ingat rahasia Kitab Jitabsara hanya Adhi Guru, Eyang Pada Wenang, Penyarikan, dan Kresna. Bila Penyarikan melontarkan jawaban atas pertanyaan Adhi Guru, Bisma yang terus memperhatikan pembicaraan kita di bawah sana akan turut mengetahui rahasia isi Kitab Jitabsara"
"Benar apa yang dikatakan Wa Narada." Penyarikan nimbrung dalam pembicaraan. "Sebaiknya salinan Kitab Jitabsara Ananda serahkan pada Ayahnda Manikmaya. Ayahnda akan dapat membacanya sendiri. Tanpa orang lain ikut mengetahui isinya."
Bermuka masam, Bathara Guru menerima salinan Kitab Jitabsara. Tanpa membuka salinan Kitab Jitabsara; Bathara Guru meninggalkan Narada, Penyarikan, dan beberapa dewa lain -- Bayu, Indra, Kanwa, Brama, Basuki, Yamadipati, Kuwera, dan Sambu. Karena senja mengisyarakan pada pasukan Korawa dan Pandawa untuk menghentikan Bharatayuda, Narada beserta dewa-dewa lain bergegas meninggalkan ara-ara mega. Pulang ke tempat singgahnya masing-masing. [Bersambung]
- Sri Wintala Achmad -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H