"He..., he..., he.... Wrekencong, wrekencong, waru dhoyong. Bocah cilik jaluk gendhong? Lira-lire, Kali Code buthek banyune." Narada yang mengetahui kalau wajah Bathara Guru menunjukkan ketaksukaannya pada Arjuna sontak unjuk bicara. "Adi Guru! Tampaknya Adi Guru tak suka dengan Arjuna? Aku tahu. Kalau Adi Guru cemburu dengan Arjuna. Bukankah begitu?"
Bathara Guru menggeleng. Namun dadanya terasa terbakar saat teringat Arjuna. Putera Pandu berparas Kamajaya yang telah menyelingkuhi Uma. Permaisurinya yang semula berwujud raksasa hingga berubah menjadi bidadari, seusai diruwat Sadewa pada tujuh hari sebelum Bharatayuda.
"Jangan mengelak, Adhi Guru! Akui saja, bila Adhi cemburu pada Arjuna! Sesungguhnya Adhi menghendaki Arjuna gugur dalam Bharatayuda. Namun kehendak Adhi yang dituliskan dalam Kitab Jitabsara itu ditolak oleh Eyang Pada Wenang. Eyang menghendaki Arjuna selalu jaya dalam Bharatayuda."
"Sudahlah, Kakang! Bukan waktunya kita membahas panjang-lebar tentang Arjuna." Bathara Guru mengalihkan topik pembicaraan. "Hari ini siapa senapati yang akan tewas atau jaya dalam Bharatayuda, Kakang?"
"He..., he..., he.... Kenapa Adhi Guru melontarkan pertanyaan naf padaku? Seharusnya Adhi sudah tahu. Bukankah yang mengarang Kitab Jitabsara adalah Adhi sendiri dengan mendapatkan koreksi dari Eyang Pada Wenang? Bukankah aku tak dilibatkan dalam proyek itu."
"Sebagai pengarang Kitab Jitabsara, aku sendiri sudah lupa, Kakang. Tak mungkin kan, bila aku bertanya pada Kresna?"
"Kalau hanya ingin tahu siapa senapati yang akan mati atau jaya di Kurusetra hari ini, tanya saja pada Penyarikan. Bukankah Penyarikan yang menyimpan salinan Kitab Jitabsara?"
"Oh iya, Kakang. Aku ingat, kalau aku punya salinan Kitab Jitabsara." Bathara Guru membuang pandangannya ke arah Penyarikan. Dewa berwajah mbranyak yang ditugaskan sebagai sekretaris pribadinya di Suralaya. "Penyarikan! Tolong ambilkan, salinan Kitab Jitabsara! Aku ingin membukanya kembali."
Penyarikan bergegas beranjak dari tempat itu. Terbang menuju istana Suralaya. Memasuki ruangan arsip yang bersebelahan dengan ruang kerja Bathara Guru. Sesudah mendapatkan salinan Kitab Jitabsara, Penyarikan kembali menghadap Guru yang masih berbincang dengan Narada di ara-ara mega. "Ayahnda Manikmaya, salinan Jitabsara telah aku bawa."
"Bagus. Buka Bab Sebelas! Siapa Senapati yang harus mati hari ini? Siapa Senapati yang harus jaya pada hari ini?"
Penyarikan membuka salinan Kitab Jitabsara Bab Sebelas dengan jari tengah tangan kanannya yang dibasahi dengan ludah. "Tak ada senapati dari kedua kubu yang mati atau jaya hari ini, Ayahnda Manikmaya. Hanya prajurit-prajurit rucah yang akan menjadi tumbal perang. Hanya prajurit-prajurit rucah yang akan menjadi stockpangan bagi sekawanan gagak liar dan segerombolan serigala lapar."