Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Elegi Gadis Desa Teluk Cikal

3 Maret 2018   22:40 Diperbarui: 3 Maret 2018   22:53 1758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut luar Pasar Gede, banyak lelaki berkerumun. Mereka bermain dadu dan rolet dengan hadiah sarung dan jarik. Mereka bersabung jago dengan taruhan segepok real. Mereka: orang-orang yang menganggap hidup sebagai arena judi.

/15/

Di samping pintu masuk utama Pasar Gede, aku menggelar dagangan rokok lintingan. Rokok dengan perekat ludah pemikat. Lebih dahsyat dari jampi-jampi dukun terhebat. Lebih manjur dari aji pengasihan yang tersurat di Primbon Betaljemur.

"Rokoknya, Mas. Rokoknya. Rokok ternikmat buatan Mbok Rara Mendut. Rokok beraroma bunga nirwana yang akan mengantarkan Anda ke negeri awang. Tempat singgah sembilan bidadari berselendang pelangi," Demikian Arumardi menawarkan dengan berbusa-busa

Serupa laron-laron yang terpikat cahaya lentera, banyak pria berdatangan mengerumuniku.  Berebut tuk membeli tunai rokok paling puntung.Rokok isapan terakhir dari setangkup bibirku yang akan membuat mereka mabuk kepayang. Lupa anak lupa istri tersayang.

/16/

Dalam sekejap, dagangan laris manis terjual. Sebelum pasar senyap, aku pulang dengan sekantong real. Berbuncah-buncah hatiku, demikian Arumardi. Si molek dari lereng Merapi yang sedikit nakal.

Berbunga-bunga hatiku setiba di puri katumenggungan. Bukan karena keuntungan dari jualan rokok lintingan, melainkan kabar gembira dari Mawarwungu tentang pekathik muda berparas Indra. Dialah Kakang Pranacitra si belahan jiwa.

Lantaran rindu serasa batu menyumbat dada, nekad aku menemui Kakang Pranacita saat tengah malam. Menyamar sebagai lelaki serupa putra istana.

/17/

Sesudah melewati prajurit jaga yang dilengkapi senjata. Langkahku menuju gedhogan di samping kiri istana. Di mana Kakang Pranacitra bekerja sebagai perawat kuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun