HAMBATAN DAN POTENSI PENERAPAN SMART FARMING 4.0
Hambatan Smart Farming
Pada tahun 2020, angkatan kerja produktif yang bekerja di sector pertanian sebanyak 28,68%, sedangkan yang bekerja di sector non pertanian sebanyak 71,32% dari sekitar 128.454.184 angkatan kerja dan  9.767754 pengangguran, bahkan pada tahun 2063 tidak ada yang bekerja di sector pertanian karena lebih menyukai bekerja di sector jasa (Bappenas). Kondisi pertanian menghadapi permasalahan yaitu :
- Penuaan petani dan kurangnya regenerasi SDM pertanian (Aging Farmer)
- Rendahnya pendidikan petani dimana rata-rata berpendidikan sekolah dasar
- Dilakukan secara tradisional (teknologi  konvensional)
- Penangan hilirisasi yang belum optimal
- Diekspor dalam bentuk mentah (bahan baku) dan curah sehingga nilai tambah benefitnya kecil
- Nilai TFP indonesia hanya 1% masih jauh di bawah negara di kawasan Asia yang sudah mencapai 14–35%.
Karenanya menurut Simarmata (2019) Indonesia harus segera melakukan percepatan dan transformasi teknologi dari natural resources agriculture ke agriculture based on smart farming technology. Menurut Anwarudin et al. (2020), Beberapa poin yang menjadi faktor untuk menarik generasi muda kembali ke sektor pertanian adalah :
- Korporasi petani dapat membuka peluang tersedianya lahan yang layak secara ekonomi
- Korporasi petani memerlukan spesialisasi kemampuan, sehingga menarik generasi muda yang terdidik serta berlatar belakang pertanian untuk mengisi posisi sesuai spesialisasi keahliannya,
- Korporasi petani menggunakan alat pertanian modern
- Korporasi petani dibentuk menjadi kelembagaan petani yang profesional dan modern
Regenerasi Petani
Secara konkrit, dalam rangka regenerasi petani, langkah pemerintah adalah :
- Penerapan kurikulum pertanian dan lingkungan dengan
- Beasiswa di sekolah-sekolah tinggi lingkup pertanian (politeknik pembangunan pertanian dan politeknik enjinering pertanian)
- Perbaikan sarana dan prasarana belajar mengajar dan sdm pengajarnya
- Penerapan kurikulum pertanian dan lingkungan denganÂ
- Beasiswa di sekolah-sekolah tinggi lingkup pertanian (politeknik pembangunan pertanian dan politeknik enjinering pertanian)
- Perbaikan sarana dan prasarana belajar mengajar dan sdm pengajarnya
Mengubah Perilaku dan Persepsi Petani  terhadap Inovasi Smart Farming 4.0
Pengembangan sumber daya manusia merupakan faktor kunci dalam mengembangkan smart farming. Mendorong petani mengadopsi teknologi digital dan perangkat seluler dalam praktik pertanian perlu dijadikan prioritas kebijakan. Selain petani, penyuluh pertanian sebagai garda terdepan yang menghadapi petani dapat memberikan pengaruh dalam membantu petani untuk pengambilan keputusan operasional dan strategis. Oleh karena itu penyuluh juga membutuhkan pelatihan dan perlu mendapat prioritas. Faktor yang mempengaruhi adaptasi teknologi Smart Farming
- Usia,Â
- Pengalaman bertani,
- Pendidikan formal,
- Luas lahan,
REKOMENDASI KEBIJAKAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN SMART FARMING 4.0
Pembangunan pertanian modern merupakan langkah strategis mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan dan merupakan suatu rangkaian panjang dari perubahan atau peningkatan     kapasitas,kualitas, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja pertanian.Â
Untuk mempercepat modernisasi pertanian, peningkatan produktivitas dan nilai tambah ekonomi diperlukan paradigma baru yang dikaitkan dengan pemanfaatan informasi melalui pembangunan pertanian berbasis koperasi yang profesional berbasis teknologi komunikasi dan informasi. Â