"sini duduk", Muhdar menyodorkan kursi yang tidak dipakai.
Kebetulan mereka mempunyai tiga kursi untuk duduk santai.
"ada apa nak, tumben kamu tidak kemasjid" ucap ibunya.
"Iya bu, ada yang wahyu ingin bicarakan pada ayah dan ibu".
"Apa nak...? balas Muhdar dengan wajah yang penasaran.
"gini pak, bu, wahyu tinggal 26 hari akan tamat MA, dan saya berkeinginan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, ke Universitas, apakah ayah dan ibu mengizinkan aku untuk melanjutkan pendidikanku..?".
"gini nak" Musdalfah menanggapinya,
"Kalau ibu sendiri ingin sekali dan sangat mendukung kamu untuk melanjutkan pendidikanmu ke yang lebih tinggi. Namun, kamu kan tahu sendiri bapak dan ibumu tidak mempunyai penghasilan yang banyak, harga cabe,bawang dan pisang semakin murah. Sementara harga-harga kebutuhan lainnya makin meningkat nak. Ibu sangat menginginkan kamu menjadi orang yang suskses nak, tidak seperti bapak dan ibumu ini"
"Wahyu" bukannya bapak dan ibumu tidak mau kamu seperti teman-temanmu, yang lanjut kuliah, namun banar kata ibu mu tadi, kita hanya punya keinginan, tapi keaadaan seperti ini. Aku dan ibumu hanya mempu  berdoa atas keinginanmu".
"bu, pak. Intinya wahyu mendapatkan Ridha dari ayah dan ibu, Wahyu yang akan berjuang sendiri mengenai biaya kuliah ".
Mendengar hal itu musdalifah menangis, karena dia tidak bisa menyamakan Wahyu seperti teman-teman yang lain. Namun disisi lain dia sangat bahagia karena mempunyai anak yang bercita-cita tinggi meskipun ada dalam serba keterbatasan.