Melihat pemandangan itu, anak-anak jadi heboh sendiri. Ada yang teriak histeris sambil melongokkan kepala ke jendela, ada yang nangis-nangis karena nggak kuat, ada yang muntah-muntah sambil cari-cari kantong kresek, dan ada juga yang balik kanan-bubar-jalan padahal upacara aja belum dimulai. Sementara Boby, dia emang nggak bereaksi apa-apa kecuali bengong. Tapi, pada detik pertama doi lihat si makhluk astral, sebenarnya Boby kaget bukan main. Mungkin asumsinya sama kayak anak-anak yang lain, dikira lagi lihat penampakan.
Kenapa? Tengok aja tampilan cowok asing yang tiba-tiba muncul, nubruk Boby, lalu menjulurkan tangan ke dukunnya berandalan sekolah. Rambut kriwel-kriwel mirip mie merek lokal, tubuh bantet nan subur yang anak-anak kira Dajjal udah muncul, ditambah kulit eksotis yang dibungkus seragam putih-abu-abu karena keseringan main layangan seharian penuh. Wajar kalau anak-anak pada heboh sendiri.
Tapi, kehebohan nggak bertahan lama sampai Pak Momot---guru olahraga sekaligus wakasek sarana-prasarana---yang biasa berpatroli ke kelas-kelas sebelum upacara, muncul untuk menyuruh semua anak ke lapangan upacara.
Di lapangan upacara, tepatnya ketika kepala sekolah lagi cuap-cuap di sesi amanat pembina upacara, perhatian anak-anak nggak bisa lepas dari cowok asing yang tadi jadi sumber kehebohan.
"Bro," kata Bagus memecah keheningan sambil menepuk bahu kanan cowok itu. "Irasiswa pindahan?"
Cowok itu menoleh, mengangguk.
Bagus membulatkan bibir. "Pantes," katanya lagi sambil ngangguk-ngangguk. "Nama irasiapa?"
"Darmadi."
"Darmadi?"
"Iya, Darmadi."
"Darmadi.. siapa? Lengkapnya?"