Mohon tunggu...
Arsyad
Arsyad Mohon Tunggu... Guru - cerpen

Nama Arsyad Dengan satu istri dan dua orang anak,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perempuan di Kebun Sawit

8 Desember 2019   11:41 Diperbarui: 8 Desember 2019   11:45 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEREMPUAN DI KEBUN SAWIT

Lelet sekali jaringan modem internet sekolah ini, sudah beberapa kali aku ganti kartu operator, tetap tidak ada perubahan, berputar-putar saja nampak dilayar komputer usang berdebu, tanda alat ini jarang dipakai. Dilapangan, naik diatas atap,diatas pohon, tetap tidak ada perubahan, tampak seperti orang bodoh kelihatan nya aku.

Wilayah asing, terpencil sedikit terisolir dan jauh dari keramaian kota, barangkali adalah penyebab sulitnya mendapatkan sinyal internet di daerah ini, ditambah pohon-pohon besar dan tinggi serta perkebunan kelapa sawit plasma yang baru tiga tahun ini dilaksanakan. "Sial, kalau begini bisa besok baru selesai sinkron UNBK" ujarku menggerutu sendirian.

"Bagaimana Pak Ardi, sudah bisa belum?" Hampir saja tangan kiri ku terlepas dari dahan ketapang yang ku genggam dan hampir terjatuh dari pohon yang tumbuh subur sekitar dua langkah dari teras sekolah. Suara khas Pak Syamsu, kepala sekolah  berwibawa mengagetkan kutiba-tiba sudah berada tepat dibawah.

"Belum bisa Pak, ini saya lagi coba cari sinyal yang bagus untuk sinkron" sahut ku dari atas pohon ketapang, perlahan mencoba turun.

"memang disini sangat sulit mencari signal, tapi kalau pak Ardi mau, diujung bangunan ini biasanyasignal lebih baik, saya pun kalau mau menelpon biasa disitu".Pak Syamsu menunjukkan ujung bangunan sekolah yang langsung berbatasan dengan kebun kelapa sawit tanpa pagar.

Nama ku Ardi, seorang pengajar berusia 36 tahun,dan beberapa waktu yang lalu aku baru saja dipindah tugaskan dari sekolah lamaku, pindah kesekolah baru yang wilayahnya jauh dari kata ramai, wilayah yang boleh dibilang terisolir, jauh dari kota sertarumah penduduk yang jarang,membutku kadang bergidik saat sendirian.

Tempat tugas baruku adalah satu-satunya SMA yang ada didaerah terpencil ini,dibangun untuk anak pekerja sawit dan sebagian masyarakat lokal. Tiga ruang kelas, satu ruang lab komputer berisikan beberapa komputer bantuan dinasuntuk UNBK dan satu ruang guru merangkap ruang tata usaha,setiap kelas paling banyak berisikan 18 orang siswa, yang setiap harinya selalu ada saja yang tidak hadir dengan bermacam alasan.

Sekarang adalah bulan april, itu artinya siswa kelas dua belas sebentar lagi akan  bersiap melaksanakan UNBK. Aku ditunjuk sebagai proktor baru oleh guru-guru lain, dan bertanggung jawab atas kesuksesan UNBK di sekolah ini, karena untuk bergabung dengan sekolah lain harus ada tambahan biaya, belum lagi jarak yang cukup jauh.

"nah, di sini lebih baik" gumamku, ku angkut server dan monitortepat diujung ruang kelas, tempat yang disarankan pak Syamsu, berbatasan langsung dengan kebun kelapa sawit, teduh, rimbun, hijau dan agak angker menurutku.

14.36 jam dipergelangan tangan kiriku, "tidak pulang pak Ardi?" suara laki-laki tua yang tidak asing terdengar jelas, Suara pak Daus, Penjaga sekolah yang sudah berumur, hampir dua belas tahun beliau menjadi penjaga disekolah ini, tinggal sendirian dirumah dinas sekolah yang mulai retak lantai dan dindingnya, sunyi tanpa istri dan anak.

"eh pak Daus, belum pak, kemungkinan malam baru bisa pulang" sahutku, "hati-hati pak Ardi kalau pulang sendirian, jalan disini masih belum ada penerangan dan sunyi pada malam hari" ujar Pak Daus mengingatkan, terasa mendalam dan menyimpan seribu misteri.

Rumah tinggalku boleh dikatakan lumayan jauh dari sekolah ini, tidak kurang 25 kilo, jalan setapak kebun sawit, tanah merah berdebu pada musim kemarau, becek dan licin saat musim penghujan,  kutempuh setiap hari dengan motor matic jadulku,  sebenarnya ada jalan alternatif yang lebih ramai dan melewati perkampungan penduduk akan tetapi, jaraknya yang hampir dua kali lipat jalan yang biasa aku lewati, membuatku memutuskan melewati jalan setapak perusahaan sawit,  selain jarak sedikit lebih dekat, suasananya juga teduh dan hijau, tidak panas saat matahari terik.

Aku tinggal diibukota kecamatan, menempati sebuah rumah yang dibeli kredit, sebab istriku tidak mau tinggal dirumah dinas yang disiapkan sekolah, katanya selain sunyi, aliran listrik malam terkadang mati, alasan lain nya adalah anak kami yang berumur lima tahun masih sekolah TK.

Tinggal aku sendirian disekolah ini, menunggu proses sinkronisasi UNBK, persen demi persen mulai berjalan, guru yang lain sudah serentak pulang pada pukul 14.00 tadi,  tidak ada tanda sinkron UNBK akan selesai dalam waktu cepat, hanya segelas kopi dan kue kering menemani dari tadi, terasa sunyi, hening seiring langkah pak Daus yang semakin menjauh melangkah meninggalkan ku, hanya suara kicauan burung cuit bersahutan ditempat ini.

Matahari semakin tergelincir kearah barat, warna kuning kemerahan menandakan hari sudah semakin sore, kualihkan pandangan ku dari layar komputer, coba menatap keluar sekeliling sekolah terlihat kebun sawit, hijau, teduh dan rimbun.

Alangkah terkejutnya aku, disalah satu sudut kebun sawit, beberapa meter dari tempatku, tepat dibawah pohon sawit dengan pelepah daun mulai mengering, terlihat jelas satu sosok  menyeramkan, sesosok pocong dengan kain kafan putih lusuh telah berubah menjadi warna merah darah, bola mata melotot tajam seakan keluar, serta muka rusak penuh belatung dan cacing hampir saja membuatku berteriak minta tolong.

Aku mencoba berdiri, berlariwalau terasa pergelangan kaki lemas bergetar ketakutan menghindar dari sosok pocong merah ini, sejurus kemudian saat aku mengalihkan pandangan, ternyata pocong merah itu sudah menghilang dari tempatnya menampakkan wujud, hanya pohon sawit tumbuh kokoh dengan buah pasir lebat yang terlihat.

"ada apa pak Ardi, kelihatannya anda ketakutan sekali?"belum jauh aku berlari, tiba-tiba Pak Daus sudah berdiri tepat dihadapanku entah datang darimana. "ada pocong Pak Daus, pocong merah" ujarku terengah menjelaskan. "tenang Pak Ardi, tidak ada apa-apa disini" Pak Daus coba menenangkan ku.

"Baiklah saya akan temani Pak Ardi disini sampai selesai" ucapan Pak Daus membuatku sedikit tenang, walaupun Pak Daus tidak paham tentang pelaksanaan UNBK, setidaknya ada temanku ngobrol menunggu proses sinkron selesai. "saya yakin  betul Pak Daus, tadi itu adalah pocong dengan kain kafan berwarna merah darah" kataku coba membuka pembicaraan dengan Pak Daus yang sedari tadi mengamati monitor dan nampak bengong.

"Pak Ardi jangan mengada-ada, saya sendiri yang sepuluh tahun lebih tinggal disini belum pernah melihatnya" Pak Daus menanggapi obrolanku santai dan biasa. "jangan-jangan Pak Ardi Cuma salah lihat, mata Pak Ardi kan terlalu lama menatap layar monitor, mungkin saja mata bapak lelah dan menjadi kurang fokus" Pak Daus berusaha meyakinkan bahwa tidak ada sesuatu dikebun sawit yang langsung berbatasan dengan sekolah.

Hari semakin sore, cahaya kuning kemerahan matahari perlahan tenggelam disebelah barat dan mulai menghilang dirimbunnya perkebunan sawit. Tujuh puluh lima persen, nampak jelas dilayar komputer perkembangan sinkron UNBK, itu tandanya dua puluh lima persen lagi proses ini akan selesai, sudah tidak sabar rasanya ingin secepatnya pulang, istirahat dirumah, menonton berita, menikmati teh hangat sambil mengajari berhitung anak perempuan ku.

"Yakin mau pulang malam ini Pak Ardi? Apakah tidak sebaiknya, anda menginap saja malam ini". Pak Daus coba membujuk ku agar menginap ditempatnya saja malam ini, mengingat hari yang sudah semakin malam, jalan setapak kebun sawit nan sunyi tanpa penerangan membuat Pak Daus terlihat khawatir.

Proses sinkron selesai, tepat pukul 08.45, satu persatu perlengkapan komputer ku simpan kembali ketempat asal, dibantu Pak Daus dengan gerakan tubuh dan tangan nya yang sudah tidak cekatan karena usia"Terima kasih Pak Daus, saya harus pulang malam ini, kasian istri dan anak saya dirumah, pasti mereka menunggu saya"aku menolak secara halus ajakan Pak Daus untuk menginap ditempatnya.

"Baiklah kalau begitu, Pak Ardi hati-hati dijalan, sampai bertemu kembali besok" Pak Daus mengantarku kedepan sekolah, tepat dijalan setapak tanah merah kebun sawit, jalan yang beberapa bulan ini aku lewati setiap hari, jalan yang teduh rimbun dan sejuk saat siang hari, angker, sunyi dan gelap tanpa penerangan ketika malam hari, ini adalah kali pertama aku pulang kerumah saat malam hari, ada rasa takut, seram dan bergidik perasaan, tapi tekatku sudah bulat, aku harus pulang malam ini, aku mau istirahat dan tidur dirumah malam ini.

Motor matic jadulku perlahan melaju meninggalkan bangunan sekolah dan Pak Daus yang sedikit demi sedikit tidak terlihat lagi di spion motor menghilang akibat ditelan gelap, melewati jalan setapak kebun sawit penuh debu dan kerikil, gelap, hanya cahaya lampu penerangan dari motor yang mulai meredup karena batreinya lama tidak dicharge.

Beberapa saat perasaan ku menerawang jauh, mengingat lagi kejadian yang ku anggap menyeramkan waktu disekolah tadi, serta jalan sunyi yang hampir separo jalan kulalui tidak ada satu pun orang yang lewat berpapasan dengan ku.

"Sial, untung tidak tertabrak" seekor kucing hutan tiba-tiba berlari melintas menyebrang jalan, membuyarkan lamunan diatas sepeda motor, sesaat aku berhenti ditengah perkebunan sawit nan sunyi dan gelap, hanya suara jangkrik malam yang terdengar jelas menggantikan suara mesin motorku.

"tolong, tolong saya, saya mau pulang" Samar kudengar suara perempuan memelas sedih meminta tolong dari balik salah satu pohon sawit tidak jauh dari jalan gelap setapak tempat motorku berhenti,bulu dibelakang leher ku terasa berdiri, perasaan takut mulai menghantuiku, terbayang lagi pocong merah beberapa waktu yang lalu, tapi rasa kemanusiaan ku berkata lain. Jangan-jangan suara itu berasal dari orang yang tersesat dan perlu bantuan, jangan-jangan dia adalah karyawan sawit yang perlu tumpangan pulang.

Ku keluarkan HP dari dalam kantong jaket sebelah kanan, coba kunyalakan fitur senter untuk penerangan, perlahan aku berjalan mendekati sumber suara dibalik pohon sawit sambil senter HP sesekali kuarahkan kesekitar, suara yang tidak terdengar lagi, tiba-tiba sunyi, aku terus berjalan mendekati pohon sawit dimana suara tadi berasal.

"astaga, sosok mengerikan apa ini?" bukan main terkejutnya aku, terlihat jelas dengan penerangan senter HP, di balik pohon sawit asal sumber suara, duduk bersandar pada pohon sawit sesosok perempuan kurus kering, muka pucat pasi, rambut panjang kusut dan pakaian dekil penuh tanah merah dan kotoran, tatapan tajam kearahku, dengan kakikurusnya terlihat mencoba berdiri dan dengan tangan nya berusaha memegangku.

Tanpa fikir panjang, aku yang terkejut setengah mati, langsung berlari menjauhi sosok perempuan itu, berlari secepat mungkin ketempataku memarkir motor dijalan setapak kebun sawit,masih dapat kudengar sayup suara perempuan pucat pasi memanggil meminta tolong.

Setibanya dirumah, tanpa basa-basi, aku langsung masuk kamar, merebahkan badan diranjang menutup seluruh tubuh menggunakan selimut tanpa menghiraukan istri ku yang mengikuti dari belakang, nampak kebingungan, masih segar diingatan sosok menyeramkan dibalik pohon sawit. "Ada apa pa? Kenapa pulangnya larut malam?" istriku duduk diranjang tepat disebelah kiri, mencari tahu dengan tenang apa yang telah terjadi.

"Aku lembur bu, persiapan UNBK" jawab ku singkat dari balik selimut, "Ibu tahu Bapak, kalau cuma lembur, Bapak tidak akan seperti ini, pasti ada sesuatu yang disembunyikan", istriku semakin penasaran dengan tingkah anehku, ternyata benar kebanyakan orang bilang, perasaan istri memang lebih peka dan tajam.

Hari berikutnya

"Aku hari ini dirumah saja" kataku singkat kepada istriku yang sudah menyiapkan teh hangat dan nasi bungkus daun pisang dimeja makan, dibelinya dari mak Hindun yang setiap pagi berkeliling menjajakan. "Kalau Bapak tidak masuk, siapa yang menggantikan menjadi Proktor UNBK hari ini?" istriku menanggapi ucapanku dengan tenang.

"Bapak kan bisa lewat jalan kampung kalau masih trauma lewat jalan kebun sawit" ucapnya lagi menambahkan, istriku berusaha membuatku kembali bersemangat, berusaha menghilangkan trauma sosok perempuan muka pucat pasi dari balik pohon sawit yang tadi malam kuceritakan panjang lebar.

Sesaat aku diam termenung, ada benarnya juga ucapan istriku, kalau aku tidak kesekolah hari ini siapa yang akan menggantikan menjadi proktor UNBK, bagaimana nasib anak-anak kelas dua belas.

Singkat cerira

"hati-hati di jalan Pa, jangan lupa kabari ibu kalau sudah sampai disekolah!!" istri dan anakku mengantar kedepan pagar besi warna hijaurumah kami. "Iya bu, nanti Bapak kabari, doakan Bapak ya", setelah berpamitan dengan anak dan istriku tidak lupa juga keduanya mencium tangan kananku, setelah ucapan salam motor matic jadulku perlahan meluncur diiringi lambaian tangan kedua orang penyemangat hidup.

Satu jam delapan menit kemudian

"Syukurlah Pak Ardi, kami sudah pasrah seandainya Pak Ardi tidak datang" ucapan lega terucap dari Pak Syamsu yang terlihat tersenyum senang melihat kedatangan ku. "maaf pak, saya terlambat" ujar ku kepada pak Syamsu yang menanggapi keterlambatan ku bukan suatu masalah.

Dua puluh menit UNBK berjalan lancar, walaupun ada beberapa siswa yang bertanya cara login, menghapus hurup yang salah mengganti hurup besar menjadi hurup kecil, menurutku itu bukanlah masalah besar, dan bisa diatasi oleh pengawas di ruangan. "Tidak biasanya Pak Ardi terlambat, biasanya selalu datang pagi" ujar Pak Syamsu membuka pembicaraan.

"Eh, iya Pak, sebenarnya ada niatan untuk tidak masuk, tapi mengingat hari ini UNBK dan saya khawatir dengan anak-anak saya putuskan untuk tetap kesekolah" ungkap ku  menanggapi ucapan Pak Syamsu. "memangnya ada masalah apa Pak Ardi?" tanya Pak Syamsu penasaran.

"Begitulah ceritanya Pak Syamsu" Pak Syamsu terdiam sejenakdan matanya kosong memandang mendengar cerita menyeramkan yang semalam kualami, beliau nampak tidak percaya dengan apa yang kuceritakan, mulai dari penampakan pocong merah hingga perempuan pucat pasi dibalik pohon sawit. "sebentar Pak Syamsu, saya mau kirim pesan keistri saya dulu, saya sudah janji untuk kirim kabar kalau sudah sampai disekolah" ujarku memotong pembicaraan.

Bukan main terkejutnya aku, ketika tidak sengaja jari tanganku membuka galeri di HP, tanpa sadar ternyata tadi malam aku telah merekam penampakan sosok perempuan pucat pasi dibalik pohon sawit.

Tanpa fikir panjang, langsung saja foto penampakan di galeri kutunjukkan kepada Pak Syamsu yang dari tadi duduk disampingku, "ini Pak Sosok perempuan pucat pasi yang saya ceritakan kepada Bapak" tangan Pak Syamsu meraih HP dan dengan penasaran menatap layar HP ku.

"Ini adalah Arni, dia masih hidup" ucapan Pak Syamsu membuat ku dan dan beberpa orang yang duduk didekat nya terkejut bukan main, "siapa Arni Pak Syamsu" tanyaku penasaran, "Dia adalah siswi disekolah ini, dikabarkan hilang beberapa bulan yang lalu dikebun sawit, sebelum Pak Ardi pindah kesekolah ini" jawab Pak Daus dengan nada suara yang agak meninggi "mari Pak Ardi tunjukkan kepada saya dimana Pak Ardi menemukan Arni!!!"

Bermodalkan ingatan tempat kejadian tadi malam, aku Pak Syamsu dan beberapa warga langsung bergegas mendatangi sosok perempuan pucat pasi yang berada dikebun sawit, dikenal bernama Arni anak perempuan yang dinyatakan hilang beberapa bulan lalu. Meninggalkan sejenak anak-anak kelas dua belas yang masih menyisakan waktu beberapa menit untuk menyelesaikan soal UNBK hari pertama.

"Berhenti disini Pak" teriak ku, "kalau saya tidak salah tadi malam saya berhenti disini, dan Arni berada tidak jauh dari saya menghentikan motor saya, tepat berada dibelakang sebuah pohon sawit" ucapku kepada Pak Syamsu dan yang lain, kami memarkirkan sepeda motor dijalan setapak kebun sawit, berjalan masuk kedalam kebun sawit, rimbun, hijau dan teduh tidak jauh dari jalan setapak coba mencari keberadaan Arni.

Dan akhirnya tepat dibalik pohon sawit,

Terlihat jelas perempuan pucat pasi yang tersandar dipohon sawit, tidak berubah posisinya ketika aku melihatnya tadi malam, perempuan yang membuatku lari ketakutan serta tidak bisa tidur semalaman, menganggapnya sosok kuntilanak atau makhluk penunggu kebun sawit, ternyata adalah perempuan yang dinyatakan hilang, dengan keadaan memprihatinkan, kurus, lemah, dan tidak berdaya karena kelaparan.  

Setibanya dirumah Arni "Terima kasih Bapak Syamsu, saya sudah putus asa mencari Arni, jika tidak kalian saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan anak saya" ucap bu Marni sambil menangis dan memegang erat tangan Pak Syamsu.

Bu Marni pekerja sawit menjadi janda ketika beberapa tahun lalu ditinggal suaminya yang merupakan security, meninggal terbunuh karena mempertahankan perlengkapan perusahaan perkebunan saat beberapa orang perampok berusaha merampasnya "sama-sama Bu Marni, ini semua berkat Pak Ardi, guru baru dsekolah kita yang secara tidak sengaja menemukan Arni dikebun sawit" timpal Pak Syamsu sambil memperkenalkan ku kepada Bu Marni

Ternyata aku terlalu cepat menilai, rasa takut, suasana menyeramkan dan fikiran berpengaruh terhadap akal, kalau saja tadi malam aku tidak langsung lari mungkin Arni lebih cepat diselamatkan, tapi Alhamdulillah walaupun terlambat tapi dia tetap selamat.

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun