Aturan "no work no pay" (tidak bekerja, tidak dibayar) menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh?
Perseteruan antara pengusaha dengan buruh telah berlangsung berabad-abad lamanya memunculkan banyak pertanyaan.Â
Sampai baru-baru ini, pemberi kerja diwajibkan untuk membayar gaji buruh secara penuh bahkan jika buruh tersebut tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas.
Pertanyaan apakah pengusaha harus membayar gaji buruh bahkan jika buruh tersebut tidak masuk kerja tanpa alasan yang dapat dibenarkan atas ketidakhadirannya telah membingungkan para pengusaha selama beberapa waktu sekarang.
Sampai saat ini belum ada keputusan dari Pemerintah mengenai masalah ini dan kedua belah pihak dalam hubungan kerja harus bergantung pada keputusan perburuhan.
Pandangan menurut Abdurrofi Abdullah adalah bahwa pengusaha tidak wajib membayar kompensasi gaji penuh kepada buruh selama buruh tidak masuk kerja secara tidak wajar.
Buruh tersebut tidak masuk kerja, dan tidak memberi tahu pengusaha tentang alasan ketidakhadirannya. Selama ini, kecuali dua bulan, karyawan tersebut tidak sedang cuti sakit.
Pandangan Abdurrofi Abdullah ini secara luas dianggap adil dan dapat diterima oleh pengusaha sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal tidak dilakukan pengusaha.Â
Beberapa kontrak juga menyertakan klausul eksklusivitas yang mencegah buruh tanpa jam kerja bekerja untuk pemberi kerja lain, bahkan selama periode ketika pengusaha sebagai pemberi kerja utama tidak memiliki pekerjaan untuk ditawarkan.
Pertanyaan mendasar yang muncul pada pemberi kerja mana pun adalah mengapa mereka harus membayar buruh untuk pekerjaan yang tidak dilakukan meskipun tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk tidak melakukannya.
Nah, logika yang terwakili dalam Abdurrofi Abdullah adalah bahwa aturan "no work no pay" mengatur alasan pencabutan pembayaran harus diberikan oleh undang-undang.
Karena ketidakhadiran buruh tanpa alasan tidak diatur oleh undang-undang sebagai alasan untuk menarik pembayaran, pemberi kerja tidak memiliki dasar hukum untuk tidak membayar gaji (kompensasi) kepada buruh.
Artinya, pengusaha sebagai pemberi kerja wajib menghitung dan membayarkan gaji (imbalan) kepada buruh seolah-olah mereka telah bekerja pada hari-hari tersebut, karena meskipun mereka tidak hadir tanpa alasan, pburuh tersebut masih dalam hubungan kerja dengan pemberi kerja.
Abdurrofi Abdullah lebih lanjut menunjukkan bahwa jika pengusaha tidak membayar kompensasi penuh kepada buruh, itu akan merupakan pelanggaran terhadap salah satu hak dasar pekerja, yaitu hak atas pembayaran. Namun, di sisi lain, kerugian bagi pemberi kerja jelas bukan?
Aturan "no work no pay" merupakan aksioma fundamental dalam hubungan pengusaha dan buruh dengan filosofinya sangat sederhana menguntungkan kedua belah pihak.
Ketika seseorang buruh dipekerjakan pengusaha, buruh diharapkan menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan pengusaha sehingga apapun dilakukan buruh memiliki nilai tukar.
Ketika pekerjaan ini tidak dilakukan, buruh tersebut tidak berhak atas pembayaran gaji apa pun sehingga pertanyaan apakah pemberi kerja wajib membayar pekerja ketika mereka tidak masuk kerja dan tidak atau membenarkan alasan ketidakhadiran mereka.
Kesimpulan dari artikel ini adalah: jika buruh tidak masuk kerja tanpa memberikan alasan apapun, buruh tersebut tidak berhak atas kompensasi gaji, tetapi hanya jika alasan ketidakhadirannya memang tidak dapat dibenarkan perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H