Inisiatif revisi UU Pemilu perlu diapresiasi namun proses revisi tidak didasarkan pemikiran pragmantis pada kepentingan jangka pendek partai politik sehingga landasan revisi harus mengedepankan rasionalitas untuk memperkuat representasi dan penguatan pemilih.
Revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berakibat fatal yakni ketidakpastian demokrasi Indonesia dan  membangun ketidakpercayaan dalam demokrasi yang menjauhi kuantum kematangan.
Jika RUU pemilu tetap dimaksudkan dalam Prolegnas 2021, Baleg tidak perlu melakukan harmonisasi. Komisi II DPR harus menarik usulan dengan dasar pemikiran pragmantis.
Proses akan lama sehingga peluang terbuka menolak pembahasan RUU tersebut dalam kondisi riil sehingga perdebatan tidak mencapai kebutuhan masyarakat namun kepentingan partai politik.
Jangan sampai revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada transaksi politik dan negosiasi politik di lingkaran elite politik dengan dasar pemikiran pragmantis.
Dengan demikian ungkapan Quovadis RUU Pemilu dalam masyarakat demokrasi Indonesia yang menurut dilontarkan pada rakyat oleh komisi II yang saat itu bertemu dengan konflik kepentingan dalam perjalanan hendak melarikan diri dari sebuah misi pragmantis sehingga penolakan masyarakat akan berisiko di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H