Undang-Undang Pemilu yang handal, konsisten dan akurat untuk proses pemilu yang demokratis baik secara teknis maupun partisipasi luas untuk hasil kredibel dan legitimasi bagi pejabat terpilih dalam sebuah pemerintahan yang sah.
Menurut Abdurrofi A. Azzam (2021) sebuah pemerintahan yang sah mampu melakukan pelayanan publik dengan penerimaan publik dan sesuai kepentingan rakyat dalam negara yang demokratis dan didukung oleh rakyat.
Revisi RUU Pemilu tersebut diberikan untuk memenuhi kebutuhan dan hak rakyat, artinya kegiatan pelayanan publik pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak, dan melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), yang diberikan oleh penyelenggara pemerintah serta dilakukan secara universal.
Tanggung jawab dan hak warga untuk ikut dalam pesta demokrasi menjadi bagian dari proses pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara negara baik KPU, Bawaslu, DKPP, peradilan khusus pemilu.
Sinkronisasi kehendak rakyat mengenai pelayanan publik mengenai pemilu dengan tanggung jawab dan hak warga untuk ikut dalam pesta demokrasi.
Penerapan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pemilu serentak tahun 2019 menghasilkan 3 isu krusial untuk mengambil pragmantis sebagai berikut:
1. Ambang batas parlemen (parliamantery treshold).
2. Ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold).
3. Jadwal Pilkada serentak 2022, 2023, atau 2024.
Kualitas revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dikerjakan atau yang diharapkan ingin segera tercapai tanpa mau berpikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama dengan mempertimbangkan aspek penting sebagai berikut:
1. Problematik terkait distribusi Logistik Pemilu