Karena uang tujuan khusus (dan barang atau jasa yang dibelinya) beredar hanya di sebagian perekonomian, prekapitalis pas kapitalis dan pasca kapitalis dengan ekonomi multisentris, memiliki dua atau lebih 'bidang bertukar'; sebaliknya, ekonomi kapitalis (pasar) menurut definisi unisentrik, karena segala sesuatu, bahkan faktor-faktor produksi, bersirkulasi dalam perekonomian yang disatukan oleh prinsip pasar dan pelarut universal, uang tujuan umum.
Etnografi nusantara  yang terkenal negara kepulauan merupakan pengaruh awal yang besar di garis besar ekonomi syariah berikut menunjukkan mengapa kelompok Santri merasa bahwa alat 'substantif' baru diperlukan untuk analisis ekonomi syariah, dan jenis aplikasi yang mereka usulkan untuk alat ini berdasarkan standar emas.
Ekonomi syariah memiliki tiga bidang pertukaran: subsisten, prestise dan kula. Item utama dalam bidang subsistensi adalah emas bersama dengan dan perak meskipun yang terakhir ini bisa dibilang ditempatkan di bidang prestise. Emas melayani dua fungsi uang. Dalam lingkup subsisten, tetapi tidak dalam perekonomian lainnya, mereka adalah alat tukar.
Secara lebih umum, mereka adalah mode non-komersial utama pembayaran untuk memenuhi kewajiban kekerabatan dan politik, seperti pajak, wakaf dan lain-lainnya.
Emas dan perak itu yang terpenting memiliki seorang pedagang pada abad ke-tujuh dari setiap desa dan nusantara merupakan perdagangan  yang secara kolektif berutang kepadanya pembayaran tahunan emas dan perak. Indonesia harus disajikan pada titik-titik tertentu dalam perdagangan internasional rempah-rempah.
Akhirnya, Abdurrofi Abdullah Azzam menjelaskan pekerjaan di wilayah etnografi yang berbeda di Indonesia. Abdurrofi Abdullah Azzam berharap bahwa hasilnya akan melayani berbagai pembaca yang berbeda, namun tidak sempurna sehingga antropologi ekonomi syariah bisa dikembang selanjutnya di Indonesia agar diterima baik secara universal untuk peradaban umat manusia.
Dengan demikian masyarakat ekonomi syariah akan mudah mengayomi dibandingkan masyarakat pro khilafah berdasarkan persepsi publik pada abad 21 dari Indonesia untuk peradaban dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H