Ziarah
      di almamater
(buat Mas Agung MSG)
Mungkinkah kita bisa menggugat masa lalu?
kau tiba pada reruntuk bangunan yang tidak karuan:
tembok setengah roboh, atap sirap yang digerayangi lumut
dan dekat kebun, beberapa batu nisan
terngiang ucapan gurumu pada suatu siang;
"ketika dingin aku berselimutkan buku
bilaman panas berpayung buku aku."
Dan buku-buku yang dirujuk gurumu itu
telah melayarkan impianmu sekian ribu tahun cahaya
dari dunia, dari realita fana
dalam bingkai luasan cakrawala
dengannya kau berupaya menjaring pelangi, mengendam angin
membidik matahari yang sejak kecil sangat ingin kau miliki
belajar menyimak jerit bunga yang rebah tiba-tiba
bersiasat menyadap desah ombak yang melandai ke pantai
menafsir siut angin yang bergelut dengan daun-daun,
"orang bijak bisa saja sesat, tapi tidak mampu menyerah,"
demikian kutipan dari gurumu yang lain
yang membuatmua tiba-tiba jadi agak laen,
kau jadi suka menyendiri
hobi berbantahan dengan sepi
tak bisa akur dengan dirimu yang dulu
Mungkinkah orang lolos dari kenangan?
Mengapa setelah berlalu, segalanya jadi dalam?
padahal kau tak henti bertengkar dengan kenyataan
mengusut kejadian-kaejadian ngilu
hingga ke hulu,
ya, dulu kau memang akrab dengan motif dan akar
kau menolak kebenaran kawanan yang keblinger
kau bertahan dalam gencetan keadaan hingga setengah modar,
"jangan terlalu banyak kompromi, nanti kamu jadi supermi,"
pesan pak guru
hingga kau begitu heran melihat
segala hal yang mengapung dan instan
bersikukuh pada yang cepat padam dan serba badan
mengingatkanmu pada bangkai kucing
yang suka tersangkut di tiang jembatan sehabis hujan
Apakah kenangan sebuah kehidupan?
hari ini kau mengenang masa-masa muda
mencoba menghirup oksigen dari sana
kau berjalan di tengah serakan daun kering
hingga suara sekecil apapun akan mengusik hening
kau berdiri pada seutas tambang
yang terbentang di antara dua tebing
hingga angin sehalus apapun
bisa membuatmu terguling,
kesadaran akan waktu itu akhirnya datang menyerbu
otot-ototmu tak lagi seliat kawat
penglihatanmu tak lagi seterang kilat:
bukan kemenangan-kemenangan atas kehidupan
yang harus kau kumpulkan
tapi kemenangan atas kemenangan-kemenangan
itu yang mesti kau temukan
segala pertarungan yang kau langsungkan itu akhirnya
adalah untuk merebut total kekalahan, kepasrahan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H